Selasa, 21 Agustus 2012

Waris


BAB II
PENGAJARAN ILMU WARITS MELALUI TEKNIK KOMPETISI
A.    Pengajaran Pendidikan Agama Islam
        Sering ditemukan semacam  kebingungan atau kerancuan dalam penggunaan istilah pendidikan dan pengajaran. Ada orang berpendapat bahwa pendidikan tidak sama dengan pengajaran. Ada yang berpendapat pendidikan lebih luas daripada pengajaran. Ada juga yang mengatakan pendidikan adalah usaha pengembangan aspek ruhani manusia sedangkan pengajaran aspek jasmani dan akal saja.102
       Sebagian orang menganggap bahwa mengajar tak berbeda dengan mendidik. Oleh karenanya, istilah mengajar / pengajaran yang dalam bahasa Arab disebut taklim (baca : ta’lim) dan dalam bahasa Inggris teaching itu kurang lebih sama artinya dengan pendidikan yakni tarbiyah dalam bahasa Arab dan education dalam bahasa Inggris.103
        Kata تعليم adalah bentuk mashdar dari kata علم berarti membuat orang lain mengetahui.104 Istilah ‘mu’allim’, pada umumnya dipakai dalam membicarakan ilmu pengetahuan (baca : pengajaran), dari seorang yang tahu kepada seorang yang tidak tahu.105
        Allah Swt. berfirman :

Artinya : “ dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (Q.S. al Baqarah : 31)106

------------
       102Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : Rosdakarya Remaja, 2008), cet. ke
10, hlm. 6-7
       102Muhibbin Syah, Loc.Cit.
       104Wajidi Sayadi, Hadis Tarbawi, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2009), cet. ke 2, hlm. 12
       105Ramayulis, Op.Cit, hlm. 57
       106Op.Cit, hlm. 8
31

33
     Kata علم bentuk mashdarnya adalah تعليم menunjukkan adanya proses yang rutin dan terus menerus serta adanya upaya yang luas cakupannya sehingga dapat memberi kejelasan kepada muta’allim (orang yang belajar). Perubahan bentuk dari ‘alima menjadi ‘allama mengandung arti : menjadikan sesuatu mempunyai tanda atau identitas untuk dikenali; pencapaian pengetahuan yang sebenarnya; dan menjadikan orang lain yang tidak mengetahui menjadi  tahu. 107
    Muzayyin Arifin menyebutkan bahwa Pendidikan lebih mengarahkan tugasnya kepada pembinaan atau pembentukan sikap dan kerpibadian manusia yang beruang lingkup pada proses mempengaruhi dan membentuk kemampuan kognitif, konatif dan efektif serta psikomotor dalam diri manusia. Pengajaran lebih menitikberatkan usahanya kea rah terbentuknya kemampuan maksimal intelektual dalam menerima, memahami, menghayati, dan menguasai serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang diajarkan. 108
          Menurut Imam Tholkhah pengajaran (ta’lim), yakni pengalihan berbagai pengetahuan dan akidah kepada akal dan hati kaum muslimin agar mereka merealisasikannya dalam tingkat laku kehidupan.109
          Pengajaran adalah operasionalisasi dari kurikulum atau Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Pengajaran di sekolah terjadi apabila terdapat interaksi antara siswa dengan lingkungan belajar yang diatur guru untuk mencapai tujuan pengajaran. 110
    M. Quraish Shihab menyatakan bahwa “Menurut hemat kami, membahas hubungan al-Qurán dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dengan banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang tersimpul didalamnya, bukan pula dengan menunjukkan kebenaran teori-teori ilmiah. Tetapi pembahasan hendaknya diletakkan pada proporsi yang lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan kesucian al-Qurán dan sesuai pula dengan logika ilmu pengetahuan itu sendiri “. 111
        Abuddin Nata menyebutkan, “Sungguhpun banyak temuan di bidang ilmu pengetahuan yang sejalan dengan kebenaran ayat-ayat al-Qurán, namun al-Qurán bukanlah buku tentang ilmu pengetahuan. Al-Qurán tidak mencakup seluruh cabang ilmu pengetahuan”. 112    
------------
       107Op.Cit, hlm. 12
       108Muzayyin Arifin, Op.Cit, hlm. 91
       109Imam Tholkhah, Profil Ideal Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Titian Pena, 2008), cet. 1,
 hlm. 7
       110Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2008), cet.
 ke 8, hlm. 10
       111M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qurán, (Bandung : Penerbit Mizan, 1994), cet. ke IV, hlm. 41
       112Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta : Rajagrafindo,1020), cet. ke 4, hlm. 167

34
        Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa “ Sekolah adalah badan pendidikan yang penting pula sesudah keluarga. Ketika anak meningkat usia kurang lebih 6 tahun, perkembangan intelek, daya berfikir mereka telah sedemikian sehingga mereka telah membutuhkan beberapa dasar-dasar ilmu pengetahuan “.113
       Selanjutnya, komponen-komponen yang mesti ada dalam mengembangkan teori-teori Pendidikan Islami adalah sebagai berikut : a. tujuan, b. pendidik, c. anak didik, d. kurikulum, e. metode,  f. buku teks siswa dan guru, g. pembiayaan, h. ruang kelas, i. perangkat keras lainnya, dan j. kegiatan.114

1.      Tujuan Pendidikan
     Tujuan artinya sesuatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu kegiatan atau usaha. Sesuatu kegiatan akan berakhir, bila tujuannya sudah dicapai. Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung dimulai untuk mencapai tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai kepada tujuan akhir.115
       Perlu diuraikan istilah “tujuan” atau “sasaran”, atau “maksud” yang dalam bahasa Arab dinyatakan dengan kata-kata ghayat, atau ahdaaf, atau maqasid. Dalam bahasa Inggris “tujuan” dengan goal, purpose, objectives, atau aim. Secara terminologis, aim adalah the action of making one’s way toward a point. Yaitu tindakan membuat suatu jalan ke arah sebuah titik.116
       Berbicara tentang tujuan pendidikan, tak dapat tidak mengajak kita bicara tentang tujuan hidup, yaitu tujuan hidup manusia. Sebab pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya (survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.117

------------
       113Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : PT Al-Maárif, 1989), cet. ke
 VIII, hlm. 60
       114Ahmad Tafsir,Filsafat Pendidikan Islam,(Bandung : Remaja Rosdakarya,2010),cet. ke 4, hlm. 295
       115Zakiah Daradjat, Op.Cit, hlm. 72
       116M. Arifin, Op.Cit, hlm. 53
       117Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Pustaka Al-Husna Baru, 2003), cet.
 ke 5, hlm. 197
35
       Dalam Bab II Pasal 2 Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “ Pendidikan Nasional berdsarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 3 menyebutkan “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab “.118
       Muhammad Quthb menyebutkan bahwa “ alat dan tujuan bertalian erat dalam metode pendidikan, tidak dapat dipisah-pisahkan. Tujuan tidak bisa ditegaskan tanpa alat yang bisa mendukung, dan alat tidak bisa ditentukan bila terpisah dari tujuan “.119
       Nurwadjah Ahmad E.Q. dalam Tafsir Ayat-ayat Pendidikan menyebutkan bahwa “ Pendidikan Islam sebagai proses sadar bertugas menjadwal perkembangan hidup manusia dalam fase-fase dan kedudukannya agar bisa sampai pada tujuannya di dunia ini menjadi hamba Allah “.120
       Abdul Fattah Jalal dalam Azas-azas Pendidikan Islam mengatakan bahwa “ Tujuan umum pendidikan dan pengajaran dalam Islam ialah menjadikan manusia- seluruh manusia sebagai abdi atau hamba Allah Swt. “.121
       Ahmad Tafsir dalam Filsafat Pendidikan Islami mengatakan bahwa “ Tujuan pendidikan pada dasarnya ditentukan oleh pandangan hidup (way of life) orang yang mendesain pendidikan itu “.122


------------
       118Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung : Fokusmedia,
 2006), cet. ke 1, hlm. 62
       119Muhammad Quthb, 1984, Sistem Pendidikan Islam, (Terj) Salman Harun, (Bandung : Al- Ma’arif),
 cet. ke 1,  hlm. 18
       120Nurwadjah Ahmad EQ., Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Bandung : Penerbit Marja, 2010), cet. ke 1,
 hlm. 12
       121Abdul Fattah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, (Bandung : CV Diponegoro, 1988), cet. ke 1, hlm.
119
       122A. Tafsir, Op.Cit, hlm. 75

36
         Jika kita berbicara tentang tujuan pendidikan Islam, berarti berbicara tentang nilai-nilai ideal yang bercorak Islami. Hal ini mngandung makna bahwa tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasi idealitas Islami. Sedang idealitas Islami itu sendiri pada hakikatnya adalah mengandung nilai perilaku manusia yang didasari atau dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati. 123
       Abdurrahman Saleh Abdullah dalam Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an menyebutkan bahwa “ Dalam pendidikan Islam, tujuan umumnya adalah membentuk kepribadian sbagai khalifah Allah atau sekurang-kurangnya mempersipkan ke jalan yang mengacu kepada tujuan akhir manusia. Tujuan utama khalifah Allah adalah beriman kepada Allah dan tunduk patuh secara total kepada-Nya “.124
            Allah SWT berfirman sebagai berikut :
 
Artinya : “  dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku “. (Q.S Adz-Dzariyah (51) : 56)125
       Ahmad D. Marimba dalam Pengantar Filsafat Pendidikan Islam berpendapat bahwa “ tujuan utama Pendidikan Islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama Islam “.126
      Dalam Konferensi Pendidikan Islam se-Dunia di Makkah 1977, tujuan pendidikan Islam dirumuskan :
   Pendidikan seharusnya bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasaan dan indera. Karena itu pendidikan harus mencapai pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya : spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini kea rah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan muslim terletak dalam perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia. 127

------------
       123 Muzayyin Arifin, Op.Cit, hlm. 108
       124Abdurrahman Saleh, Op.Cit, hlm. 133
       125Op.Cit, hlm. 976
       126Ahmad D. Marimba, Op.Cit, hlm. 48
       127Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1986), hlm. 107
37
2.      Pendidik
        Ahmad Tasfir mengutip pendapat Sikun Pribadi mengatakan bahwa mendidik dalam arti pedagogis tidak dapat disamakan dengan pengertian mengajar. Pengajaran adalah suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak mengenai segi kognitif dan psikomotor semata-mata, yaitu supaya anak lebih banyak pengetahuannya, lebih cakap berfikir kritis, sistematis dan objektif, serta terampil dalam mengerjakan sesuatu.. 128
          Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi edukatif antara anak didik dengan pendidik. Salah satu indikator interaksi edukatif adalah apabila interaksi tersebut dilakukan secara terencana, terkendali, ada sesuatu atau bahan yang akan disampaikan dan dapat dievaluasi dalam suatu system.129
          Secara etimologis, guru adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan bahwa guru adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang pendidikan.130
          Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik disebut dengan murabbi, mu’allim dan muaddib. Kata murabbi berasal dari kata rabba-yurabbi. Kata muállim isim fail dari ‘allama – yu’allimu, sedangkan kata muaddib berasal dari addaba-yuaddibu.131
                 Allah Swt. berfirman :
  

------------
       128A. Tafsir, Op.Cit, hlm. 7
       129Op.Cit, hlm. 172
       130Op.Cit, hlm. 3
       131Loc.Cit


38
Artinya : “dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar." (Q.S.Al-Baqarah (2) : 31)132
         Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik.133
        Allah Swt. berfirman :
 
         Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS At-Tahrim (66):6)134
         Guru di sekolah adalah pendidik yang kedua, secara teoritis. Mereka menghadapi hal yang sama dengan yang dihadapi orang tua di rumah, yaitu masalah kekurangan waktu, juga masalah gempuran kebudayaan global.135
------------
       132Loc.Cit
       133A. Tafsir, Op.Cit, hlm. 74
       134Op.Cit, hlm. 1063
       135A. Tafsir, Op.Cit, hlm. 173-174


39
         Perlu dicatat bahwa dalam pembelajaran (interaksi instruksional antara guru dengan siswa), istilah proses mengajar-belajar (PMB) dipandang lebih tepat daripada proses belajar-mengajar (PBM). Alasannya, dalam “proses” ini yang hampir selalu lebih dahulu aktif adalah guru (mengajar) lalu diikuti oleh aktifitas siswa (belajar).135
        Secara terminologi, guru adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau kelas. Lebih khusus, guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.136
        Menurut Imam Tholkhah ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru ideal yaitu :
1.       Sehat  jasmani dan rohani
2.       Bertakwa dan memiliki kecerdasan spiritual
3.       Memiliki kecerdasan intelektual dan berpengetahuan luas
4.       Berwibawa
5.       Ikhlas
6.       Mempunyai orientasi yang jelas
7.       Mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan
8.         Menguasai bidang yang ditekuni.137
       Zakiah Daradjat mengatakan bahwa pada dasarnya guru harus memiliki tiga kompetensi, yaitu : kompetensi kepribadian, kompetensi penguasaan atas bahan , dan kompetensi dalam cara-cara mengajar :
a.       Kompetensi Kepribadian
1)       Mengenal dan mengakui harkat dan potensi dari setiap individu atau murid yang diajarkannya;
2)       Membina suatu suasana social yang meliputi interaksi belajar-mengajar sehingga amat bersifat
------------
       135Muhibbin Syah, Op.Cit, hlm. 219
       136Imam Tholkhah, Op.Cit, hlm. 4-5
       137Ibid, hlm. 10-23

40
menunjang secara moral (batiniah)  terhadap  murid bagi terciptanya kesepahaman dan kesamaan arah dalam pikiran serta perbuatan murid dan guru;
3)       Membina suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggung jawab dan saling mempercayai antara guru dan murid.
b.       Kompetensi penguasaan atas bahan pengajaran
1)       Menguraikan ilmu pengetahuan atau kecakapan dn apa-apa yang harus diajarkannya ke dalam bentuk komponen-komponen dan informasi-informasi yang sebenarnya dalam bidang ilmu atau kecakapan yang bersangkutan;
2)       Menyusun komponen-komponen atau informasi-informasi it sedemikian rupa baiknya sehingga akan memudahkan murid untuk mmpelajari pelajaran yang diterimanya.
c.        Kompetensi dalam cara-cara mengajar
1)       Merencaakan atau menyusun setiap program satuan pelajaran, demikian pula merencanakan atau menyusun keseluruhan kegiatan untuk satu satuan waktu;
2)       Mempergunakan dan mengembangkan media pendidikan (alat bantu atau alat peraga) bagi murid dalam proses belajar yang diperlukannya.
3)       Mengembangkan dan mempergunakan semua metode-metode mengajar sehingga terjadilah kombinasi-kombinasi dan variasinya yang efektif. 138
        Oleh karena itu, seorang guru harus menjadi “uswatun hasanah” dalam setiap sikap dan perilakunya bagi mereka, disamping sebagai pembimbing moral dan spiritual yang konsisten. Dalam perspektif pendidikan Islam, anak didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik fisik maupun psikis, untuk mencapai tujuan pendidikan melalui lembaga pendidikan.139


------------
       138Zakiah Daradjat, Op.Cit, hlm. 263-264
       139Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op.Cit, hlm. 177





40
3.      Peserta Didik
     Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu. 140
       Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. 141
       Menurut pasal 1 ayat 4 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.142
       Ramayulis mengutip pendapat Syamsul Nizar mendeskripsikan kriteria peserta didik sebagai berikut :
1.       Peserta didik bukanlah miniature orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri.
2.       Peserta didik memiliki periodisasi perkembangan dan pertumbuhan.
3.       Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh factor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.
4.       Peserta didik merupakan dua unsure utama jasmani dan rohani, unsure jasmani memiliki daya fisik dan unsure rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu.
5.         Peserta didik adalah manusia yang mempunyai potensi atau fitrah  yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis. 143

------------
       140 Internet, Peserta Didik, 1 Januari 2012  
       141Ramayulis, Op.Cit, hlm. 77
       142UU RI No. 20 Tahun 2003, hlm. 59
       143Ramayulis, Op.Cit, hlm. 77-78



41
         Ahmad Tafsir mengutip pendapat Sa’íd Hawwa (1999) menjelaskan adab dan tugas murid (yang dapat juga disebut sifat-sifat murid) sebagai berikut ini :
1.       Murid harus mendahulukan kesucian jiwa sebelum yang lainnya.
2.       Murid harus mengurangi keterikatannya dengan kesibukan duniawiah karena kesibukan itu akan melengahkannya dari menuntut ilmu.
3.       Tidak sombong terhadap orang yang berilmu, tidak bertindak sewenang-wenang terhadap guru; ia harus patuh kepada guru seperti patuhnya orang sakit terhadap dokter yang merawatnya. Murid harus tawadldlu’ kepada gurunya dan mencari pahala dengan cara berkhidmat pada guru.
4.       Orang yang menekuni ilmu pada tahap awal harus menjaga diri dari mendengarkan perbedaan pendapat atau khilafiah antar mazhab karena hal itu akan membingungkan pikirannya.
5.       Penuntut ilmu harus mendahulukan menekuni ilmu yang paling penting untuk dirinya.
6.       Tidak menekuni banyak ilmu sekaligus, melainkan berurutan dari yang paling penting. Ilmu yang paling utama ialah ilmu mengenal Allah.
7.       Tidak memasuki cabang ilmu sebelum menguasai cabang ilmu sebelumnya.
8.       Hendaklah mengetahui ciri-ciri ilmu yang paling mulia, itu diketahui dari hasil belajarnya, dan kekuatan dalilnya. 144
         Zakiah Daradjat membagi manusia kepada tujuh dimensi pokok yang masing-masingnya dapat dibagi kepada dimensi-dimensi. Ketujuh dimensi tersebut adalah :
a.         Dimensi fisik, b. Dimensi akal, c. Dimensi iman, d. Dimensi akhlak, e. Dimensi kejiwaan, f. Dimensi keindahan, dan g. Dimensi social kemasyarakatan.145
         Kebutuhan  pokok manusia menurut Zakiah Daradjat adalah:
1.        Kebutuhan fisik jasmaniah, 2. Kebutuhan mental rohaniah : a. Kebutuhan akan agama, b. Kebutuhan akan kasih saying, c. Kebutuhan akan rasa aman, d. Kebutuhan akan rasa harga diri, e. Kebutuhan akan rasa bebas, f. Kebutuhan pengenalan.146

------------
       144Ahmad Tafsir, Op.Cit, hlm. 166-168
       145Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta : CV Ruhama, 1994),
cet. ke 1, hlm. 2-18
       146Ibid, hlm. 19-33

42
         Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir mengatakan bahwa karakteristik peserta didik yaitu:
1.       Peserta didik bukan miniature orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri, sehingga metode belajar-mengajar tidak boleh disamakan dengan orang dewasa.
2.       Peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan itu semaksimal mungkin.
3.       Peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang lain, baik perbedaan yang disebabkan dari faktor endogen (fitrah) maupun eksogen (lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, social, bakat, minat dan lingkungan yang mempengaruhinya.
4.       Peserta didik dipandang sebagai kesatuan system manusia.  Sesuai dengan hakikat manusia, peserta didik sebagai makhluk monoplularis, maka pribadi peserta didik walaupun terdiri dari dari banyak segi, merupakan satu kesatuan jiwa raga (cipta, rasa, dan karsa).
5.       Peserta didik merupakan subjek dan objek sekaligus dalam pendidikan yang dimungkinkan dapat aktif, kreatif, serta produktif.
6.         Peserta didik mengikuti periode-periode perkembangan tertentu dan mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya. 147
         Penulis berpendapat bahwa kalimat yang terbentuk dari ajar berasal dari bahasa Arab yaitu ‘ajrun’ yang berarti balasan atau pahala. Ketika mendapat awalan pe- al ajrun yang di Indonesiakan menjadi pelajar maka akan bermakna seseorang yang sedang mencari pahala atau ingin mendapatkan balasan atau imbalan. Yang memberi balasan atau pahala adalah Yang Maha Mengajar. Yaitu Allah. Sehingga pembimbingnya disebut Pengajar. Cara pengajar menyampaikan materi dinamakan Pengajaran. Dan materi tersebut dinamakan Pelajaran. Setumpuk buku pelajaran wajib dipelajari oleh pelajar dengan cara belajar.

------------
       147Op.Cit, hlm. 105-106


43
        Selanjutnya menurut Fathiyah Hasan S. mengutip pendapat Al-Ghazali, sifat-sifat yang harus dimiliki murid agar menjadi cendekiawan yang betul-betul memperoleh manfaat dalam belajar serta dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka tugas-tugas murid adalah :
1.       Belajar adalah bagian dari ibadah, sebab tujuan belajar adalah mendekatkan diri kepada Allah. Karena itu sifat utama yang harus dimiliki adalah kesucian jiwa dari budi pekerti rendah dan sifat-sifat tercela.
2.       Semampu mungkin hendaknya murid menjauhkan diri dari urusan keduniaan dan mengurangi ketergantungan dirinya dengan dunia. Sebab ketergantungan dunia dengan  tetek bengeknya akan membuat dirinya lalai menuntut ilmu.
3.       Murid harus mempunyai sifat tawadlu, rendah hati, tidak sombong di depan gurunya atau membanggakan ilmunya. Agar murid menerima semua apa yang disampaikan guru kepadanya dengan penuh kesungguhan hati, dengan rasa terima kasih dan gembira dengan sikap menerima kebaikan orang.
4.       Hendaknya murid menjaga diri jangan sampai mendengarkan aliran-aliran yang berbeda-beda atau terlibat dalam diskusi dan perdebatan para ulama. Murid hendaknya pertama kali mempelajari aliran yang benar yang dipilih dan diikuti gurunya.
5.       Murid agar bersemangat mempelajari semua ilmu pengetahuan terpuji, baik ilmu agama atau duniawi sekedar ia mampu mengetahui tujuan dan apa yang menjadi pokok bahasannya. Pengetahuan yang luas lebih utama dari yang terbatas. Sebab, ilmu pengetahuan yang berbeda-beda pada hakekatnya saling menunjang. Spesialisasi yang sempit membuat orang fanatik pada disiplin ilmu tertentu saja. Karena manusia adalah musuh dari ketidaktahuannya.
6.       Agar belajar dilakukan secara bertahap, jangan sampai mengarungi seluruh lautan ilmu sekaligus. Tapi dari belajar agama secara mendalam, setelah itu belajar ilmu-ilmu yang lain sesuai kepentingannya. Bila tidak ada kesempatan, maka secara global dengan sistematis dari hal yang penting.
7.       Ada suatu pentahapan alami dalam ilmu pengetahuan. Mempelajari suatu cabang ilmu akan mengantarkan pada cabang yang lain. Jangan sampai menekuni disiplin ilmu sebelum ia betul-betul memenuhi syarat pada disiplin ilmu sebelumnya. Janganlah mengenal kebenaran lewat tokohnya, tapi kenalilah kebenaran, kemudian engkau akan mengenal tokohnya.
8.       Nilai ilmu ditentukan oleh dua hal : pertama kualitas hasilnya, dan kedua, validitas dan kekuatan argumentasinya. Misal, ilmu agama dengan kedokteran, yang pertama hasilnya kehidupan abadi, sedang yang terakhir buah kehidupan yang akan binasa, maka ilmu agama lebih mulia.
9.       Seharusnya murid dalam belajar mengacu pada dua tujuan, pertama jangka pendek yaitu memperbaiki dan membersihkan jiwanya. Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dan berusaha naik derajat sebanding dengan malaikat.
10.       Al-Ghazali menekankan perlunya murid mengetahui nilai pengetahuan dari segi manfaat yang ia peroleh. Baginya ilmu agama paling bermanfaat sebab merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan abadi. 120



------------

       148Fathiyah Hasan S., Konsep Pendidikan Al-Ghazali, (Jakarta : CV Guna Aksara, 1990), hlm. 51-58





44

       Menurut Syamsu Yusuf LN bahwa masa remaja (Fase Puber : 13-21 tahun) sebagai segmen dari siklus kehidupan manusia, menurut agama merupakan masa starting point pemberlakuan hukum syarí (wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah) bagi seorang insan yang sudah baligh (mukallaf).149
       Dalam bidang ibadah dan akhlak ada nilai-nilai agama yang seharusnya diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai berikut :
1.       Mengamalkan ibadah ritual (mahdlah) seperti : shalat, shaum, dan berdoá.
2.       Membaca al Qurán dan memahaminya.
3.       Bersikap hormat kepada kedua orang tua.
4.       Menjalin silaturahmi dengan saudara dan orang lain.
5.       Mengendalikan diri (hawa nafsu) dari perbuatan yang diharamkan Allah, seperti : berzinah (free sex), meminum-minuman keras atau narkoba, berjudi, mencuri, dan membunuh atau tawuran.
6.       Bersyukur pada saat mendapat nikmat atau anugrah dari Allah (minimal dengan membaca hamdalah = Alhamdulillah).
7.       Bersabar pada saat mendapat musibah (dengan membaca Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raajiúun), sehingga terhindar dari suasana stress atau frustasi (kekecewaan yang mendalam karena tidak tercapai apa yang diinginkannya).
8.       Berperilaku jujur dan amanah (dapat dipercaya = bertanggung jawab).
9.       Memiliki ghirah (etos) belajar yang tinggi.
10.    Memelihara kebersihan dan kesehatan diri dan lingkungannya.
11.    Bersikap optimis dalam menghadapi masa depan, dengan selalu berikhtiar dan berdoá kepada Allah.150




------------
       149Syamsu Yusuf ,Psikologi Belajar Agama,(Bandung : CV Pustaka Bani Quraisy,2004), cet. ke 1, hlm. 46
       150Ibid, hlm. 47





45
4.      Materi Pendidikan
Abdul Rachman Shaleh Abdullah mengatakan bahwa “ Materi Pendidikan meliputi : Keserasian yang harmonis antara materi dan tujuan; rumusan pokok klasifikasi ilmu pengetahuan dalam Islam; Islam menolak dualisme sistem kurikulum dan sekularisme … “.151
    Abdul Fattah Jalal dalam Azas-azas Pendidikan Islam mengatakan bahwa “ Agar manusia dapat mencapai ilmu dan mengenal hakikatnya, Islam telah meletakkan sekumpulan kaidah, cara dan undang-undang untuk diikuti dengan menggunakan berbagai alat dan potensi yang diciptakan Allah SWT. Baginya. Diantaranya ialah : Hindarkan bertaqlid tanpa meneliti dan memikirkan persoalannya terlebih dahulu; hindari purbasangka; membrsihkan akal dari segala hukum yang tidak berdasarkan keyakinan; bertahap dari yang kongkrit kepada yang abstrak dan dari parsial kepada global; menyaring dan menguji pendapat sebelum mengambilnya “. 152
       Sidi Gazalba dalam Asas Agama Islam mengatakan bahwa “ Pola ajaran dan amal Islam menuntun pertumbuhan dan perkembangan manusia. Gerak yang berlangsung ialah : mula-mula ia dibentuk menjadi Mu’min; sesudah itu Muslim; selanjutnya menjadikannya Muhsin “.153
       Rasulullah saw. bersabda :

قال يارسول الله ما الاحسان ؟ قال ان تعبد الله كانك تراه فانك ان لا تراه فانه يرتك . رواه مسلم

Artinya “ … Wahai Rasulullah ! Apakah ihsan itu ? Beliau menjawab. Hendaklah kamu  beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, meskipun kamu tidak melihat-Nya,  sesungguhnya Dia melihatmu “. (H.R. Shahih Muslim)154

------------
       151Abd. Rahman Shaleh, Op.Cit, 159-163
       152Abdul Fattah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, (Bandung : CVDiponegoro, 1988), cet. ke 1, hlm.
168-175
       153Sidi Gazalba, Azas Agama Islam, (Jakarta : PT Bulan Bintang, 1985), cet. ke 2,  hlm. 186
       154Op.Cit, hlm. 2




46
         Abuddin Nata dalam Akhlak Tasawuf mengatakan bahwa “ Ciri-ciri insan kamil adalah sebagai berikut : Berfungi akalnya secara optimal; Berfungsi intuisinya; Mampu menciptakan budaya; Menghiasi diri dengan sifat-sifat Ketuhanan; Berakhlak mulia; dan berjiwa seimbang “.155
         Setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak absah tanpa iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya, ihsan adalah mustahil tanpa iman, dan iman juga mustahil tanpa Islam.156
         Sebuah teori dapat bertahan bila belum ada teori lain yang membatalkan teori tersebut. Teori-teri itu akan tetap dikaji melalui penelitian. Kemudian hasil penelitian diekspose melalui mass media dan dimasukkan ke dalam kurikulum.
       Zakiah Daradjat dalam Metodologi Pengajaran Agama Islam menyebutkan bahwa “ Kurikulum dalam pengertian mutakhir adalah semua kegiatan yang memberikan pengalaman kepada siswa (anak didik) di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah, baik di luar maupun didalam lingkungan dinding sekolah “.157
       Esensi kurikulum ialah program. Bahkan kurikulum ialah program. Kata ini memang terkenal dalam ilmu pendidikan. Program apa ? Kurikulum ialah program dalam mencapai tujuan pendidikan.158

         Menurut Hasan Langgulung kurikulum adalah “ sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-murid di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan “.159

------------

       155Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Rajagrafindo, 2009), hlm. 164-266
       156Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
                  2010), cet. ke 12, hlm. 150
       157Zakiah Daradjat, Op.Cit, hlm. 83
       158A. Tafsir, Op.Cit, hlm. 99
       159Hasan Langgulung, Op.Cit, hlm. 295

47
       Sedangkan dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I ayat 19 menyebutkan bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.160
       S. Nasution mengatakan bahwa pendekatan pengembangan kurikulum dengan menyusun pedoman kurikulum dan pedoman instruksional bertujuan untuk meningkatkan mutu sekolah dan universitas dengan meningkatkan efektivitas mengajar dengan melakukan hal-hal yang berikut :
1. Menentukan kerangka umum kurikulum yang dapat disetujui bersama.
2. Menetapkan standar minimal untuk tiap mata pelajaran atas persetujuan bersama, agar tiap guru yang
    mengajarkan mata pelajaran yang sama akan berusaha mencapai standar minimal itu, bahkan bila
    mungkin melebihinya.
3.Menyediakan sumber belajar dan memanfaatkannya sepenuhnya.
4. Membantu tenaga pengajar muda dalam merencanakan pelajaran dan dalam proses belajar mengajar
    agar dapat memenuhi standar yang ditetapkan.
5.Menjamin diadakannya revisi kurikulum secara teratur. 161
       Dalam Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus Pendidikan Agama Islam disebutkan bahwa setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tertentu yang dapat membedakannya dengan mata pelajaran lain. Adapun karakteristik mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut :
1.       Secara umum Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam agama Islam. Ajaran-ajaran dasar tersebut terdapat dalam al-Quran dan al-Hadis. Untuk kepentingan pendidikan, dengan melalui proses ijtihad maka dikembangkan materi Pendidikan Agama Islam pada tingkat yang lebih rinci.
2.       Prinsip-prinsip dasar Pendidikan Agama Islam tertuang dalam kerangka dasar ajaran Islam, yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Akidah merupakan penjabaran dari konsep iman, syariah merupakan penjabaran dari konsep Islam, dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep ihsan. Dari ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai kajian keislaman, termasuk kajian yang terkait dengan ilmu dan teknologi serta seni dan budaya.


------------
       160UU RI No. 20 Tahun 2003, Op.Cit, hlm. 60
       161S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran,  (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006), cet. ke 4, hlm. 13
48
3.       Prinsip-prinsip dasar Pendidikan Agama Islam tertuang dalam kerangka dasar ajaran Islam, yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Akidah merupakan penjabaran dari konsep iman, syariah merupakan penjabaran dari konsep Islam, dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep ihsan. Dari ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai kajian keislaman, termasuk kajian yang terkait dengan ilmu dan teknologi serta seni dan budaya.
4.       Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam, tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam menekankan keutuhan dan keterpaduan antara ranah kognitif, psikomotor, dan afektifnya.
5.       Tujuan diberikannya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., memiliki pengetahuan yang luas tentang Islam dan berakhlakul karimah. Oleh karena itu semua mata pelajaran hendaknya seiring dan sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
6.       Tujuan akhir dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak mulis. Tujuan inilah yang sebenarnya merupakan misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw. Dengan demikian, pendidikan akhlak adalah jiwa dari Pendidikan Agama Islam. Mencapai akhlak yang karimah (mulia) adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Sejalan dengan tujuan ini maka semua mata pelajaran atau bidang studi yang diajarkan kepada peserta didik haruslah mengandung muatan pendidikan akhlak dan setiap guru haruslah memperhatikan akhlak atau tingkah laku peserta didiknya.162
       Muhammad Abdul Qadir Ahmad mengatakan bahwa penyajian bidang studi pendidikan agama harus menarik dan menyenangkan siswa. Untuk itu kalau bisa hendaknya dilengkapi dengan alat peraga, seperti papan tulis, gambar-gambar, kartu-kartu, grafik-grafik, sarana wudhu dan shalat, peta manasik haji, tape recorder, film-film yang sesuai dengan fase perkembangan anak.163







------------
       162Depdiknas, Op.Cit, hlm. ix
       163Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : PT Rineka
Cipta, 2008), cet. 1, hlm. 23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar