Selasa, 21 Agustus 2012




A.    Pengajaran Ilmu Warits
1.      Pengertian, Tujuan dan Hukum mempelajari Ilmu Warits
          Ketika seseorang meninggal dunia, maka harta pusaka yang ditinggalkannya benama waris yang mesti dibagikan kepada para ahli warisnya sesuai dengan ketentuan yang telah Allah tetapkan melalui wahyu-Nya. Menurut bahasa waris berarti harta pusaka. Sedangkan menurut istilah waris yaitu pindahnya hak milik seseorang kepada orang lain atau dari kaum kepada kaum yang lain.295
         As-Sayyid Sabiq dalam Fikih Islam menyebutkan bahwa faraidh adalah jamak dari faridhah; faridhah diambil dari kata fardh yang artinya  taqdir (ketentuan). Fardh dalam istilah syara’ adalah bagian yang telah ditentukan bagi ahli waris. Ilmu mengenai hal itu dinamakan ilmu waris (‘ilmu miiraats ‘ilmu faraidh) “.296
   Mawarits jama dari mirats, (irts, wiratsah, dan turats, yang dimaknakan dengan mauruts) adalah “harta peninggalan orang yang meninggal yang diwariskan kepada para warisnya”. Orang yang meninggal harta disebut muwarits. Sedang yang berhak menerima pusaka disebut warits. Sedangkan Faraidh, jamak dari faridhah. Kata ini diambil dari fardhu. Fardhu dalam istilah ulama fiqh Mawaris ialah bagian yang telah ditetapkan oleh syara’. Untuk waris seperti nishfu (1/2), rubu’(1/4).297
     M. Quraish Shihab menyebutkan bahwa kata mafruudhan (   مفروضا   ) terambil dari kata faradha ( فرض) yang berarti wajib. Kata faradha adalah kewajiban yang bersumber dari yang tinggi kedudukannya, dalam konteks ayat ini adalah Allah Swt. Sedang, kata wajib tidak harus bersumber dari yang tinggi karena bisa saja seseorang mewajibkan sesuatu atas dirinya. Dengan demikian, hak warisan yang ditentukan itu bersumber dari Allah Swt. Dan jika demikian tidak ada alasan untuk menolak atau mengubahnya. 298

----------
     295Loc.Cit
     296Loc.Cit
     297T. M. Hasbi ash-Shiddieqy, Op.Cit, hlm. 5
     298M. Quraish Shihab,Tafsir al Mishbah Volume 2, (Jakarta : Lentera Hati,2010), cet.ke 3,hlm.424
96
       Ahli ushul mendefinisikan pengertian wajib sebagai berikut :
الواجب هو الفعل المطلوب على وجه اللزوم بحيث يثاب فاعله ويعلقب تاركه
       Artinya : “ Wajib adalah sesuatu perbuatan yang dituntut Allah untuk dilakukan secara tuntutan pasti, yang diberi ganjaran dengan pahala yang melakukannya karena perbuatannya itu telah sesuai dengan kehendak yang menuntut dan diancam dosa orang yang meninggalkannya karena bertentangan dengan kehendak yang menuntut”.299
       Amir Syarifuddin mengutip pendapat al-Mahally menyebutkan bahwa “Lafazh Faraid merupakan jama’ (bentuk plular) dari lafazh faridhah yang mengandung arti mafrudhah, yang sama artinya dengan muqaddarah yaitu : suatu yang ditetapkan bagiannya secara jelas.  Adapun penggunaan kata Mawarits lebih melihat kepada yang menjadi objek dari hukum ini yaitu harta yang beralih kepada ahli waris yang masih hidup. Sebab, kata mawarits merupakan bentuk plular dari kata mirats yang berarti mauruts; harta yang diwaritsi. Dengan demikian arti kata warits yang dipergunakan dalam beberapa kitab merujuk kepada orang yang menerima harta warisan itu; karena kata warits artinya orang pewaris.300
   Tarikah atau tirkah, dalam pengertian bahasa, searti dengan mirats atau harta yang ditinggalkan. Karenanya, harta yang ditinggalkan oleh seseorang pemilik harta, untuk ahli warisnya, dinamakan tarikah si mati (tarikatul maiyiti).  Secara istilah tarikah menurut para Fuqaha berbeda pendapat, “Jumhur fuqaha berpendapat bahwa, tarikah itu ialah apa yang ditinggalkan oleh seseorang sesudah dia meninggal, baik merupakan harta, maupun merupakan hak yang bersifat harta atau hak yang lebih kuat unsur harta terhadap hak perorangan, tanpa melihat siapa yang berhak menerimanya.301


------------
     299Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,1997), hlm. 288
     300Amir Syarifuddn, Op.Cit, hlm. 5-6
     301T.M.Hasbi ash-Shiddieqy, Op.Cit, hlm. 8


97
   Dalam literatur hukum di Indonesia, digunakan pula beberapa nama yang keseluruhannya mengambil dari bahasa Arab, yaitu : waris, warisan, pusaka, dan hukum kewarisan. Yang menggunakan nama hokum waris, memandang kepada orang yang berhak menerima harta warisan, yaitu yang menjadi subjek dari hokum ini. Sedangkan yang menggunakan nama warisan memandang kepada harta warisan yang menjadi objek dari hukum itu. Untuk maksud terakhir ini ada yang memberi nama dengan ‘Pusaka’ yaitu nama lain dari harta yang dijadikan objek dari warisan, terutama yang berlaku di lingkungan adat Minagkabau. Adapun yang dimaksud dengan hukum Kewarisan Islam itu adalah “Seperangkat peraturan tertulis berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Nabi tentang hal ihwal peralihan harta atau berujud harta dari yang telah mati kepada yang masih hidup, yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua yang beragama Islam. 302
       Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan bahwa ilmu faraaidh adalah Ïlmu tentang bagaimana cara membagi harta warisan secara fiqh dan hitungan “.303
       Adapun menurut para fuqaha menta’rifkan ilmu waris dengan :
علم يعرف به من يرث ومن لا يرث ومقدار كل وارث وكيفية التوزيع
Artinya : Ilmu untuk mengetahui orang yang berhak menerima pusaka, orang yang tidak dapat menerima pusaka, kadar yang diterima oleh tiap-tiap waris dan cara pembagiannya.304




------------
      302Ibid, hlm. 6
      303Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin,Panduan Praktis Hukum Warits, Terj.Abu Ihsan al-Atsari,
   (Jakarta : Pustaka Ibnu Katsir,2010), cet. ke 4, hlm. 15
      304T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Op.Cit, hlm. 5


98
       Atau dengan ibarat yang lain :
قواعد من الفقه والحساب يعرف بها ما يخص كل ذى حق فى التركة ونصيب كل وارث منها
       Artinya : “Beberapa kaidah yang terpetik dari fiqh dan hisab, untuk dapat mengetahui apa yang secara khusus mengenai segala yang mempunyai hak terhadap peninggalan si mati, dan bagian masing-masing waris dari harta peninggalan tersebut.305
                 Rasulullah saw. bersabda :
تعلموا الفرائض وعلموها فانها نصف العلم وهو ينسى وهو اول شيئ ينزع من امتى.
رواه ابن ماجه و الدارقطنى
       Artinya : “ Dari Abu Hurairoh bahwa Nabi saw. bersabda : “ Pelajarilah faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena faraidh adalah separoh dari ilmu dan akan dilupakan. Faraidhlah ilmu yang pertama kali dicabut dari umatku “. HR Ibnu Majah dan ad- Daruquthni. 306
       Ibnu Uyainah mengatakan, sebenarnya ilmu faraid itu dinamakan separo ilmu, karena dengan ilmu ini semua manusia mendapat cobaan.307
       T.M. Hasbi ash-Shiddieqy menyebutkan bahwa kedudukan ilmu waris yaitu ilmu ini dipandang separoh ilmu syariah, karena kalau bidang-bidang yang lain dari ilmu syariah berpautan dengan keadaan manusia sebelum dia meninggal,maka ilmu ini berpautan dengan keadaan keadaan mereka sesudah wafat. 308
------------
      305Ibid, hlm. 5-6
      306Op.Cit, hlm.
      307Al-Imam Abul Fida Ismail Ibn Katsir A., Tafsir Ibn Katsir Juz 4, Terj. Bahrun Abu Bakar,
(Bandung : Sinar Baru Algesindo,2008), cet. ke 4, hlm. 478
      308T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Op.Cit, hlm. 8
99
       Adapun tujuan mempelajari Ilmu Mawaris ialah mengetahui cara bagaimana kita menyampaikan atau meneruskan tarikah-tarikah (jamaknya tarikat) orang yang telah meninggal kepada orang-orang yang berhak menerimanya.309
       Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menyebutkan bahwa “tujuan mempelajari ilmu faraaidh adalah Menyampaikan harta tersebut kepada setiap orang yang berhak mendapatkannya. 310
      Hukum mempelajari ilmu faraa-idh adalah fardhu kifayah, yaitu apabila sudah ada orang yang cukup untuk melaksanakannya, maka sunnah hukumnya bagi yang lain.311
       Hukum Kewarisan Islam diikuti dan dijalankan oleh umat Islam seluruh dunia terlepas dari perbedaan bangsa, Negara maupun latar belakang budayanya. Pada masa sebelum faraid atau Hukum Kewarisan Islam dilaksanakan, biasanya mereka telah memakai dan melaksanakan aturan tertentu berkenaan dengan pembagian warisan berdasarkan adat-istiadat yang menjadi hukum tak tertulis di antara mereka.  312
    Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kebiasaan kaum jahiliyah tidak memberikan harta waris kepada anak wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa. Ketika seorang Anshar yang bernama Aus ibn Tsabit wafat dan meninggalkan dua orang putri serta seorang anak laki-laki yang masih kecil, datanglah dua anak pamannya, yaitu Khalid dan ‘Arfathah, yang menjadi asabat. Mereka mengambil semua harta peninggalannya. Maka datanglah istri Aus bin Tsabit kepada Rasulullah Saw. untuk menerangkan kejadian itu. Rasulullah Saw. bersabda : “Saya tidak tahu apa yang harus saya katakana”. Maka turunlah Q.S. an-Nisa ayat 7 sebagai penjelasan tentang hukum waris dalam Islam. 313
------------
      309Ibid
     310Op.Cit, hlm. 15
     311Ibid
     312Amir Syarifuddin, Op.Cit, hlm. 35
     313Q. Shaleh, Op.Cit, hlm. 128

100
       Allah Swt. berfirman sebagai berikut :
  
       Artinya : “bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”. (Q.S. an-Nisa (4) : 7 )314
     Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah Saw. disertai Abu Bakr berjalan kaki menengok Jabir bin ‘Abdillah sewaktu sakit keras di kampong bani Salamah. Ketika didapatkannya tidak sadarkan diri, beliau minta air untuk berwudhu dan memercikkan air kepadanya, sehingga sadar. Lalu berkatalah Jabir : “Apa yang tuan perintahkan kepadaku tentang harta bendaku ?” Maka turunlah Q.S. an-Nisa ayat 11-12 sebagai pedoman pembagian harta waris. 315

------------
     314Op.Cit, hlm. 132
     315Q. Soleh,Azbabun Nuzul
  
101
   Artinya :  Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka dia memperoleh separoh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika yang meninggal tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh ibu-bapaknya saja, maka ibunya mendapat sepertiga, jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. Pembagian-pembagian tersebut di atas sesudah dipenuhi wasiat yang dia buat atau sesudah dibayar hutangnya. Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisa:11)316


 
------------
     316Loc.Cit
102
   Artinya : dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun. 317
                        Sebab-sebab turunnya ayat tersebut di atas adalah sebagai berikut :
عن جابرقال: جاءت امراة سعدبن الربيع الى رسول الله صلى الله عليه وسلم بابنتيها من سعيد فقالت
يارسول الله هاتان ابنتا سعدبن الربيع قتل ابوهما معك فى احد شهيدا وان عمهما اخذ ما لهما فلم
يدع لهما مالا ولا ينكحان الا بمال فقال يقضى الله فى ذالك فنزلت اية المواريث فارسل رسول الله
صلى الله عليه وسلم الى عمهما فقال اعط ابنتى سعد الثلثين وامهما الثمن وما بقى فهو لك
رواه الخمسة الا النسائى
     Artinya : Dari jabir, dia berkata : Istri Sa’ad ibnur Rabi’ datang kepada rasulullah saw. dengan membawa kedua anak perempuannya yang dari Sa’ad, lalu katanya : Wahai Rasulullah, kedua anak perempuan ini adalah anak Sa’ad ibnur Rabi’, ayah keduanya mati terbunuh sebagai syahid waktu berperang bersama engkau di Uhud. Dan paman keduanya telah mengambil harta keduanya, sehingga dia tidak lagi meninggalkan harta bagi keduanya. Sedang keduanya itu tidak dapat menikah kecuali dengan harta. Maka kata beliau : “ Allah akan memutusi perkara itu “. Lalu turunlah ayat warisan ini. Maka Rasulullah saw. pun mengirim utusan kepada paman dari keduanya agar dia menghadap kepada belliau, lalu kata beliau : “ Berikan kepada kedua anak perempuan Sa’ad dua pertiga, dan kepada ibu keduanya seperdelapan, dan sisanya untukmu”. (H.R Lima orang ahli hadits kecuali An-Nasa’i)318
------------
     317Loc.Cit
     318Loc.Cit
103
2.      Rukun Waris                      
         Sesungguhnya Allah telah mewajibkan warisan pada harta, bukan yang lain, yang ditinggalkan oleh manusia sesudah dia mati. Adapun hak-hak, maka ia tidak diwariskan kecuali yang mengkuti harta atau dalam pengertian harta. Hak-hak itu adalah sebagai berikut:                                                                                           
a.      Biaya mengkafani dan memperlengkapinya.
b.      Melunasi hutang-hutangnya.
c.       Wasiat dari sepertiga sisa harta semuanya sesudah hutang dibayar.319
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 175 menyebutkan bahwa :
1). Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah :
a.       Mengurus dan menyelsaikan sampai pemekaman jenazah selesai.
b.       Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun menagih piutang.
c.        Menyelesaikan wasiat pewaris.
d.       Membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.
2). Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah  atau nilai harta peninggalannya. 320
Selanjutnya disebutkan dalam Pasal 187 Kompilasi Hukum Islam bahwa :
1). Bilamana pewaris meninggalkan harta peninggalan maka oleh pewaris semasa hidupnya atau oleh para ahli waris dapat ditunjuk beberapa orang sebagai pelaksana pembagian harta warisan dengan tugas :
a). Mencatat dalam suatu daftar harta peninggalan baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak yang kemudian disahkan oleh para ahli waris yang bersangkutan, bila perlu dinilai harganya dengan uang.
b). Menghitung jumlah pengeluaran untuk kepentingan pewaris sesuai dengan pasal 175 ayat (1) sub a, b, dan c. 321

------------
      319Sayyid Sabiq, Op.Cit, hlm. 41-43
      320Op.Cit, hlm. 58
      321Ibid, hlm. 60


104
                     Rukun waris itu ada tiga macam yaitu :
a.        Pewaris ( al-waarits ); ialah orang yang mempunyai hubungan penyebab kewarisan dengan mayit sehingga dia memperoleh warisan.
b.       Orang yang mewariskan ( al-muwarrits ); ialah mayit itu sendiri, baik nyata ataupun dinyatakan mati secara hukum.
c.                   Harta yang diwariskan ( al-mauruuts ); disebut pula peninggalan dan warisan, yaitu harta atau hak yang dipindahkan dari yang mewariskan kepada pewaris. 322 
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 174 menyebutkan bahwa :
1).  Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari :
a.       Menurut hubungan darah :
-         Golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
-         Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.
b.       Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda dan janda.
2). Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya : anak, ayah, ibu, janda atau duda. 323

           Warisan itu diperoleh dengan tiga sebab yaitu :
a.       Nasab hakiki, yaitu kerabat yang sebenarnya.
b.      Nasab hukmi, yaitu wala. Yakni kerabat yang diperoleh karena memerdekakan.
c.         Perkawinan yang shahih.324
   Allah SWT berfirman sebagai berikut :
 
------------
     323Loc.Cit
     324Op.Cit, hlm. 57-58
     325Sayyid Sabiq, Op.Cit, hlm. 47-48
105    
   Artinya : dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu Termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S. al Anfal : 75)326
Rasulullah Saw. Bersabda sebagai berikut :
انما الولاء لمن اعتق . متفق عليه
Artinya : ” Sesungguhnya hak wala itu untuk orang yang memerdekakan “. HR Bukhari dan Muslim.327
                        Allah Swt.  berfirman sebagai berikut:
 Artinya : ”... Dan bagimu seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu...”.
(Q.S An-Nisa : 12)328
         Semua kaum Muslim sepakat bahwa sebab-sebab waris-mewarisi ada tiga yaitu : rahim (nasab), pernikahan dan perwalian (wala’). Dan para imam madzhab sepakat bahwa sebab-sebab yang menghalangi waris-mewarisi yaitu : perbudakan, pembunuhan dan berlainan agama “.329


------------
     326Op.Cit, hlm. 325
     327Op.Cit, hlm. 349
     328Loc.Cit
     329Syaikh Muhammad al-Allamah, Fiqh Empat Madzhab, (Bandung : Hasyimi Press, 2004), hlm. 321



106
     Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 173 menyebutkan bahwa : “Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
a.       Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris,
b.       Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. 330                                                                                                                               
        Golongan ahli waris laki-laki secara global ada sepuluh dan secara terinci ada lima belas, mereka itu adalah sebagai berikut :
a. Anak laki-laki , b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki, c. Ayah, d. Kakek shaheh (kakek kandung terus ke atas dari fihak laki-laki), e. Saudara laki-laki sekandung, f. Saudara laki-laki seayah, g. Saudara laki-laki seibu, h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, i. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, j. Paman (dari fihak ayah) yang sekandung dengan ayah, k. Paman (dari fihak ayah) yang seayah dengan ayah, l. Anak laki-laki dari paman sekandung, m. Anak laki-laki dari paman seayah, n. Suami orang yang meninggal dunia, o. Majikan yang telah memerdekakannya (mu’tiq). 331
         Adapun golongan ahli waris dari fihak perempuan secara global ada tujuh dan secara terinci ada sepuluh, mereka adalah sebagai berikut :
a.       Anak perempuan
b.       Cucu perempuan dari anak laki-laki, terus kebawah asal yang mempertalikannya laki-laki
c.        Ibu
d.       Nenek shahih terus ke atas (ibunya ibu)
e.        Nenek shahih terus ke atas (ibunya ayah)
f.        Saudara perempuan sekndung
g.        Saudara perempuan seayah
h.       Saudara perempuan seibu
i.         Istri
j.         Mu’tiqah (majikan wanita yang telah memerdekakan budaknya). 332

--------------
     330Kompilasi Hukum Islam, hlm. 57
                        331Komite Fakultas Syariah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar