Selasa, 21 Agustus 2012


1.      Bagian Ahli Waris                
          Bagian ahli waris yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an ada enam yaitu :
a.  Orang-orang yang mendapat bagian setengah :
 1). Suami; 333 seorang suami mendapatkan harta warisan seperdua dengan satu syarat yaitu apabila muwarits (istri yang meninggal) tidak mempunyai ahli waris bunuwah (anak dan turunannya terus ke bawah), baik dari suami tersebut atau dari suami yang lain.
                       Allah SWT berfirman sebagai berikut :
     Artinya : ” Bagi kalian (para suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istri kalian, apabila istri-istri kalian tidak meninggalkan anak ...”(Q.S An-Nisa:12)334
2).Seorang anak perempuan; 335 mendapat setengah harta pusaka dengan dua syarat : tidak mewarisi bersama dengn saudaranya yang mendapat ashobah yaitu anak laki-laki; anak perempuan itu harus anak tunggal, hal ini berdasarkan firman Allah Swt. :
Artinya : ” ... Bila anak perempuan itu sendirian, maka ia mendapat bagian waris seperdua ... ”. (Q.S An-Nisa : 11)336
------------
     333Ibid, hlm. 111    
     334Loc.Cit           
                    335Op.Cit, 112
     336Loc.Cit      
108
3). Cucu perempuan dari anak laki-laki;  mendapat bagian seperdua dengan tiga syarat : cucu perempuan itu tidak bersama dengan saudaranya yang mendapatkan ashobah, yaitu cucu laki-laki dari anak laki-laki; cucu perempuan itu harus seorang diri; harus tidak ada seorang anak perempuan atau anak laki-laki sekandung. Alasan kewarisan cucu perempuan dari anak laki-laki berdasarkan dalil kewarisan anak perempuan itu sendiri, karena cucu perempuan dari anak laki-laki dapat menempati kedudukan anak perempuan, jika anak perempuan tidak ada.337
            Allah berfirman sebagai berikut :         
     Artinya : ” .... Allah telah mensyariatkan bagi kalian tentang pembagian pusaka untuk anak-anak kalian.... ”. (Q.S An-Nisa : 11)338
4). Saudara perempuan sekandung mendapat sebagian harta pusaka;339 dengan tiga syarat yaitu : saudara perempuan sekandung harus tidak bersamanya saudara mu’ashib (mendapat ashobah), yaitu saudara laki-laki sekandung; harus sendirian; orang yang meninggal dunia harus tidak meninggalkan orang tua atau anak keturunan.
                       Allah SWT berfirman sebagai berikut :
 
   Artinya : ”  Mereka meminta fatwa kepadamu (Muhammad). Katakanlah bahwa Allah  menerangkan kepada kalian tentang kalalah, yaitu jika seseorang meninggal dunia dan ia tidak mempunyai anak, ia hanya mempunyai seorang saudara perempuan, maka bagi saudara perempuan itu bagian warisnya adalah seperdua dari harta peninggalan orang yang  mati ...”. (Q.S An-Nisa : 176) 340 

----------------
     337Op.Cit, hlm. 114
     338Loc.Cit   
    339Op.Cit, hlm. 116  
  340Loc.Cit
109
5). Saudara perempuan seayah; 341  mendapat bagian separo harta Pusaka dengan empat syarat : Tidak mewarisi dengan saudaranya yang mendapatkan ashobah, yaitu saudara laki-laki seayah; seorang diri ; orang yang meninggal dunia tidak mempunyai orang tua dan anak keturunan; si mayat tidak mempunyai saudara perempuan sekandung.
       Allah SWT berfirman sebagai berikut :
Artinya : ” ... Apabila orang yang mati itu meninggalkan saudara perempuan, maka saudara perempuan itu mendapat bagian seperdua ... ”. (Q.S An-Nisa : 176)342                                                                 
       Dalam Kompilasi Hukum Islam Bab III Pasal 176 menyebutkan bahwa : ”Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atu lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.343
       Selanjutnya dalam Pasal 179 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa : ”Duda mendapat separoh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian.344




------------
     341Op.Cit, hlm. 118
     342Loc.Cit
     343Op.Cit, hlm. 58
     344Ibid, hlm. 59
110
b. Orang-orang yang berhak mendapatkan bagian seperempat adalah sebagai berikut :
1). Suami; 345  mendapat seperempat bagian apabila istri (yang meninggal) mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dan terus keturunan ke bawah, baik anak (keturunan) itu dari suami tersebut atau suami yang lain.
         Allah SWT berfirman sebagai beriku :

Artinya : ” ... Apabila istri kalian mempunyai anak, maka bagi kalian (para suami) mendapat bagian warisan seperempat dari harta peninggalan istri kalian ...”. (Q.S An-Nisa : 12) 346
2). Istri ; 347 mendapat seperempat bagian apabila suami (yang meninggal) tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dan terus ke bawah, baik dari istri tersebut atau istri yang lain.
       Allah SWT berfirman sebagai berikut :
Artinya : ” ... dan bagi mereka (istri-istri) mendapat bagian seperempat dari harta peninggalan kalian apabila kalian (suami yang meninggal dunia) tidak mempunyai anak ...”. (Q.S An-Nisa : 12)348

------------
     345Op.Cit, hlm. 121
     346Loc.Cit
     347Op.Cit, hlm. 122
     348Loc.Cit

111
       Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 180 menyebutkan bahwa : ”Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan.349
           c. Orang-orang yang mendapat bagian seperdelapan
     Bagian seperdelapan ini, hanya bagi seorang atau beberapa orang istri; 350  apabila suami (yang meninggal dunia) mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dan seterusnya, baik keturunan itu dari istri tersebut atau dari istri yang lain.
     Allah SWT berfirman sebagai berikut :

Artinya : ” .... apabila kalian (para suami) mempunyai anak, maka istri-istri kalian mendapat seperdelapan dari harta yang kalian tinggalkan setelah memenuhi wasiat dan melunasi hutang ....”. (Q.S An-Nisa : 12)351
          d. Orang-orang yang berhak mendapatkan bagian dua pertiga harta pusaka
1). Dua orang anak perempuan sekandung atau lebih; 352 apabila mereka tidak bersama dengan saudaranya yang menerima ashobah (anak laki-laki si mayat).


------------
     349Op.Cit, hlm. 59
     350Op.Cit, hlm. 125
     351Loc.Cit
     352Op.Cit, hlm. 129


112
       Allah SWT berfirman sebagai berikut :
      Artinya : ” ... apabila anak perempuan itu dua orang atau lebih, maka mereka mendapat bagian waris dua pertiga dari harta peninggalan ...”. (Q.S An-Nisa : 11)353
2). Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki; 354  mendapat dua pertiga dengan syarat : orang yang meninggal dunia tidak mempunyai anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan; tidak bersama dengan dua orang anak perempuan; tidak ada mu’ashib (yang mendapat ashobah), yaitu cucu laki-laki dari anak laki-laki yang satu derajat dengan mereka.
       Begitu juga hukum waris cicit perempuan dari cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah (asal dihubungkan oleh keturunan laki-laki). Hanya saja cucu terhalang untuk mendapatkan waris apabila terdapat anak laki-laki, juga cicit terhalang oleh cucu laki-laki.
Kewarisan mereka (keturunan), berdasarkan ijma’, bahwa cucu dari anak laki-laki dapat menduduki tempat anak laki-laki, apabila anak laki-laki tidak ada.
  Allah SWT berfirman sebagai berikut :

-------------
     353Loc.Cit
     354Op.Cit, hlm. 135

113
   Artinya : ” Allah telah mewasiatkan kepada kalian tentang pembagian pusaka untuk anak-anak kalian, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua orang maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu hanya seorang saja, maka mereka memperoleh separo harta …”. (Q.S An-Nisa : 11) 355
Pengertian firman Allah  ’Yuushiikumullaahu fii aulaadikum’ meliputi pula cucu dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah (asal dihubungkan oleh keturunan laki-laki).
3). Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih; 356  mewarisi dua pertiga dengan syarat : tidak ada anak laki-laki atau anak perempuan, tidak ada ayah atau kakek terus ke atas, yaitu si mayat tidak mempunyai orang tua dan keturunan; tidak mempunyai saudara mu’ashib (golongan ashobah), yakni saudara laki-laki sekandung; tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, seorang atau lebih.
           Allah Swt. berfirman sebagai berikut :
           
Artinya : ” … apabila saudara perempuan itu dua orang, maka mereka mendapat bagian dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, ...”. (Q.S An-Nisa : 176)357
4). Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih; 358  mendapat dua pertiga dengan syarat : tidak ada anak laki-laki, ayah atau kakek (orang tua atau keturunan); tidak mempunyai saudara mu’ashib, yaitu saudara laki-laki seayah; tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, atau saudara laki-laki sekandung dan saudara perempuan sekandung.

------------
     355Loc.Cit
     356Op.Cit, hlm. 140
     357Loc.Cit
     358Op.Cit, hlm. 144


114
       Dasar kewarisan mereka adalah ijma’ ulama, yakni dalam menafsirkan ayat yang menetapkan kewarisan saudara perempuan sekandung meliputi pula saudara perempuan seayah, sedangkan saudara perempuan seibu tidak tercakup dalam ayat tersebut.                                                                    
               Allah Swt. berfirman sebagai berikut :
 Artinya ” .... apabila saudara perempuan itu dua orang, maka mereka mendapat bagian dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, ...”. (Q.S An-Nisa : 176) 359
           e. Orang-orang yang berhak mendapat sepertiga bagian harta pusaka
1). Ibu; 360  mendapat sepertiga dengan dua syarat yaitu : orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan cucu dari anak laki-laki dan seterusnya; orang yang meninggal tidak mempunyai saudara-saudara laki-laki atau saudara-saudara perempuan dua orang atau lebih, baik saudara-saudara sekandung, seayah atau seibu, baik laki-laki atau perempuan, baik mereka mendapat waris atau terhalang.
  Allah SWT berfirman sebagai berikut :
 
Artinya : ” ... Jika orang yang  meninggal itu tidak mempunyai anak, sedangkan yang  menjadi ahli warisnya itu kedua orang tuanya, maka ibu mendapatkan sepertiga ...”. (Q.S An-Nisa : 11)361


------------
     359Loc.Cit
     360Op.Cit, hlm. 153
     361Loc.Cit

115
2). Saudara-saudara laki-laki dan saudara-saudara perempuan seibu; 362  dua orang atau lebih mendapat sepertiga dengan syarat yaitu : tidak ada orang tua atau anak keturunan, dan itulah yang dimaksud lafadz kalalah; jumlah mereka dua orang atau lebih, baik laki-laki ataupun perempuan atau campuran di antara keduanya.                                                                                                                                     
       Allah SWT berfirman sebagai berikut :

  
   Artinya : ” ... Jika seseorang mati baik laki-laki atau perempuan yang tidak meninggalkan ayah atau keturunan (kalalah), tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau saudara perempuan (seibu) saja, maka masing-masing dari kedua jenis saudara itu mendapat seperenam dari harta waris. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari dua orang, maka mereka bersekutu dalam sepertiga itu sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak  memberi mudharat (kepada ahli waris)...”. (Q.S An-Nisa : 12) 363
f. Orang-orang yang berhak mendapat seperenam bagian harta pusaka
1). Ayah; 364 mendapat seperenam apabila orang yang meninggal dunia (anaknya) mempunyai anak keturunan, baik laki-laki maupun perempuan.


------------
     362Op.Cit, hlm. 159
     363Loc.Cit
   364Op.Cit, hlm. 166

116
            Allah Swt. berfirman sebagai berikut :
Artinya : ”... Bagi kedua orang tua, masing-masing mendapat bagian seperenam dari harta pusaka, apabila orang yang meninggal (anaknya) meninggalkan anak ...”. (Q.S An-Nisa : 11) 365
2). Ibu; 366 mendapat seperenam dengan dua syarat : orang yang meninggal dunia mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki (keturunan); orang yang meninggal dunia mempunyai beberapa orang saudara (dua atau lebih) baik mereka terdiri atas laki-laki semua atau semuanya perempuan atau campuran (laki-laki dan perempuan) baik mereka itu jihat sekandung, seayah atau seibu.
            Allah Swt. berfirman :
Artinya : ”....bagi ayah dan ibu masing-masing mendapat seperenam dari harta pusaka jika orang yang mati meninggalkan anak (keturunan)...”. (Q.S An-Nisa : 11)367
            Allah Swt. berfirman sebagai berikut :
Š
Artinya : ” ... apabila orang yang meninggal dunia itu mempunyai saudara-saudara, maka ibu mendapat bagian seperenam setelah memenuhi wasiyat dan membayar hutang-hutangnya...”. (Q.S An-Nisa : 11)368
------------
     364Loc.Cit
     365Op.Cit, hlm. 166
     367Loc.Cit
     368Ibid
117
3). Kakek shahih (ayahnya ayah dan terus ke atas); 369  mendapat seperenam apabila orang yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dan terus ke bawah, dengan syarat tidak ada ayah (dari orang yang meninggal), dengan demikian status kakek dapat menempati kedudukan ayah, apabila ayah telah tiada.                          
            Allah berfirman sebagai berikut :
Artinya : ” ... Bagi kedua orang tua, masing-masing mendapat bagian seperenam dari harta pusaka, apabila orang yang meninggal (anaknya) meninggalkan anak ...”. (Q.S An-Nisa : 11)370
4). Cucu perempuan dari fihak anak laki-laki; 371   bila bersama seorang anak perempuan.
             Rasulullah Saw. bersabda sebagai berikut :
قضى النبي صلى الله عليه وسلم السدس لبنت الابن مع بنت الصلب . رواه البخارى
Artinya : ” Nabi saw. telah memberikan seperenam untuk seorang anak perempuan dari anak laki-laki ( cucu ) yang beserta seorang anak perempuan ” (H.R. Bukhori)372
5). Saudara perempuan yang sebapak saja,373  mendapat seperenam sendiri atau berbilang bila bersama dengan saudara perempuan sekandunng. Apabila saudara perempuan sekandung berbilang, maka saudara seibu saja tidak mendapat, berdasarkan ijma’ ulama.
-----------
     369Op.Cit, hlm. 171
     370Loc.Cit
     371Op.Cit, hlm. 175
     372Op.Cit, hlm.
     373Op.Cit, hlm. 178

118
6). Saudara laki-laki atau perempuan yang seibu; 374  mendapat seperenam harta pusaka apabila hanya seorang.
                      Allah Swt.  berfirman :
   
Artinya : Dan apabila si mayat mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta ...”. (Q.S An-Nisa : 12)375
7). Nenek; 376   mendapat seperenam bagian bila tidak ada ibu.
        Rasulullah saw. Bersabda sebagai berikut :
ان النبي صلى الله علي وسلم جعل للجدة السدس
Artinya : ” Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah menetapkan untuk pembagian pusaka nenek seperenam ”.377

2.      Ashobah
          Ashobah adalah jama’ dari ’aashib, seperti halnya thalabah adalah jama’ dari thaalib. Ashobah ini ialah anak turun dan kerabat seorang laki-laki dari fihak ayah. Mereka dinamakan ’ashobah karena kuatnya ikatan antara sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Jadi yang dimaksud ’ashobah ialah mereka yangh mendapatkan sisa sesudah ashhabul furudh mengambil bagian-bagian yang ditentukan bagi mereka.378

------------
     374Op.Cit, hlm. 181
     375Loc.Cit
     376Op.Cit, hlm. 184
     377Op.Cit, hlm. 481
     378Op.Cit, hlm. 259
119
         Ibnu Abbas berpendapat bahwa apabila mayit meninggalkan seorang anak perempuan, seorang saudara perempuan dan seorang saudara laki-laki, maka bagian dari anak perempuan itu separoh, dan sisanya untuk saudara laki-laki, sedang saudara perempuan tidak mendapat apa-apa ”.379
              Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut :
الحقوا الفرائض باهلها فما بقي فلاولى رجل ذكر . متفق عليه
Artinya : ” Berikanlah bagian-bagian yang telah ditentukan itu kepada pemiliknya yang 

berhak menurut nash; dan apa yang tersisa maka berikanlah kepada ’ashobah laki-laki yang terdekat kepada si mayat ”.(H.R Bukhori dan Muslim)380
       Ashobah dibagi dua macam yaitu : ’ashobah nasabiyah dan ’ashobah sababiyah. Ashobah nasabiyah terdiri dari tiga golongan yaitu : ’ashobah bi nafsih, ’ashobah bi ghairih dan ’ashobah ma’a ghairih ”.381
a.  Ashobah bi nafsih yaitu :
1). Anak laki-laki
2). Anak laki-laki dari anak laki-laki
3). Bapak
4). Bapak dari bapak (kakek dari fihak bapak)
5). Saudara laki-laki seibu sebapak
6). Saudara laki-laki yang sebapak
7). Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak
8). Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak
9). Paman fihak bapak (saudara bapak)  seibu sebapak kemudian yang sebapak
10). Anak laki-laki dari paman fihak bapak
11). Orang yang memerdekakannya (memerdekakan mayat).382


------------
     379Op.Cit, hlm. 260
     380Op.Cit, hlm. 621
     381Op.Cit, hlm. 85
     382Op.Cit, hlm. 252-253
120
        Ashobah bi nafsih ialah semua orang laki-laki yang nasabnya dengan si mayat tidak diselingi oleh perempuan. Ada empat golongan yaitu : bunuwah (keanakan), dan dinamakan juz-ul mayyit; ubuwah (keayahan) dan dinamakan ashlul mayyit; ukhuwah (kesaudaraan) dan dinamakan juz-ul abiih; umumah (kepamanan) dan dinamakan juz-ul jadd ”.383
           Allah SWT berfirman sebagai berikut :
      Artinya : ” ... Masing-masing ayah dan ibu mendapat bagian seperenam dari harta yang ditinggalkan apabila yang mati meninggalkan anak, apabila orang yang mati itu tidak meninggalkan anak, maka ia (tirkah) diwrisi oleh bapak dan ibunya. Ibunya mendapatkan bagian sepertiga (sisanya untuk ayah) ..”. (Q.S An-Nisa : 11)384
          Pada ayat yang lain Allah berfirman :

     Artinya : ” ... Jika seseorang mati dan ia tidak mempunyai anak, tapi ia mempunyai saudara perempuan, maka saudara perempuan itu mendapat seperdua dari harta pusaka, sedangkan saudara laki-lakinya mendapat warisan (semua harta) apabila orang yang meninggal itu tidak mempunyai anak ..”. (Q.S An-Nisa : 176)385

------------
     383Op.Cit, hlm. 85-86
     384Loc.Cit
     385Loc.Cit

121
a.      Ashobah bi al-ghoir
      Yaitu terbawanya orang-orang (wanita) ke dalam golongan ashobah disebabkan adanya ahli waris lain yang sama derajatnya dari golongan ahli waris yang mempunyai hak ashobah bin-nafsih.386
       Orang-orang yang termasuk ke dalam golongan ashobah bil-ghair secara ringkas terdiri atas empat golongan ahli waris, yang kesemuanya perempuan. Mereka adalah :
1). Anak perempuan terbawa ke dalam golongan ’ashobah bersama dengan saudaranya yaitu anak laki-laki.
2). Cucu perempuan dari anak laki-laki mendapat ashobah bersama saudaranya atau bersama anak laki-laki pamannya yaitu cucu laki-laki dari anak laki-laki si mayat, baik satu derajat atau lebih rendah. Hal ini apabila tidak mendapat waris kecuali jalan ashobah bi al-ghair.
3). Saudara perempuan sekandung terbawa ke dalam golongan ashobah apabila ia mewarisi bersama saudara laki-laki sekandung.
4). Saudara perempuan seayah terbawa ke dalam golongan ashobah apabila ia mewarisi bersama saudara laki-laki seayah. Dengan demikian mereka mendapat ashobah bersama saudara laki-lakinya. 387
      Adapun pembagiannya sesuai dengan ketentuan nash yaitu  bagi laki-laki sama      dengan dua bagian wanita. Sebagaimana Allah berfirman sebagai berikut :
Artinya : ” Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan... ”. (Q.S An-Nisa : 11)388


------------
     386Op.Cit, hlm. 91
     387Ibid
     388Loc.Cit

122
            Pada ayat yang lain Allah SWT berfirman :
Artinya : ” ... Apabila orang yang mati itu mempunyai saudara laki-laki dan saudara perempuan, maka bagian seorang laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan ...”. (Q.S An-Nisa : 176)389   
b.      Ashobah ma’a al-ghair
      Ialah setiap perempuan yang memerlukan perempuan lain untuk menjadi ashobah. Ada dua golongan yaitu :
1). Saudara perempuan sekandung atau saudara-saudara perempuan sekandung bersama dengan anak perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki.
2). Saudara perempuan seayah atau saudara-saudara perempuan seayah bersam dengan anak perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki, mereka mendapatkan sisa dari peninggalan sesudah furudh. 390
           Rasulullah Saw. bersabda sebagai berikut :
لااقضين فيها بقضاء رسول الله صلى الله عليه وسلم للبنت النصف ولبنت الابن السدس تكملة
 للثلثين وما بقى فهو الاخت ... (الحديث )
     Artinya : ” Akan saya putuskan sebagaimana keputusan Rasulullah Saw. : ” Bagi anak perempuan mendapat seperdua, bagi cucu perempuan dari anak laki-laki mendapat bagian seperenam sebagai penyempurna bagian dua pertiga, dan sisanya untuk saudara perempuan ...”. (Al-Hadits)391

------------
     389 Loc.Cit
     390Op.Cit, hlm. 94
     391Op.Cit, hlm. 95


123
1.       Hijab
       Menurut bahasa hijab berarti mencegah dan menghalangi. Yakni seseorang yang mencegah orang lain dari warisan. Sedangkan mahjub ialah seseorang yang dicegah menerima warisan. Menurut istilah ialah mencegah para ahli waris dari harta warisan, baik keseluruhannya atau sebagian karena terdapat orang yang lebih utama untuk memperoleh warisan ”.392
       Hijab dibagi kepada dua bagian yaitu : hijab bi al-washfi (hijab sebab sifat) dan hijab bi asy-syakhshi (hijab karena ada seseorang).
a.       Hijab bi al-washfi (hijab sebab sifat) yakni menghijab dari semua harta warisan karena ada sifat yang terdapat pada ahli waris yang dapat menghalangi dari warisan. Contohnya : ahli waris membunuh muwaris, kafir atau murtad.
b.       Hijab bisy-syakhshi yakni terdapatnya seseorang yang lebih berhak menerima waris daripada yang lain, oleh karena itu ia mencegah orang lain dari wrisan. Hijab ini terbagi dua macam :
1). Hijab hirman, yakni menghijab dari semua harta waris karena terdapat ahli wris lain yang lebih berhak. Seperti terhijabnya kakek karena adanya bapak, terhijabnya cucu karena adanya anak laki-laki, terhijabnya saudara laki-laki seayah karena adanya saudara laki-laki sekandung, terhijabnya nenek karena adanya ibu.
2). Hijab nuqshon yakni ahli waris yang berhak menerima harta waris sebagai ashhabul furudh, tapi ia tidak mendapatkan bagiannya secara maksimal, melainkan yang minimal karena ada ahli waris lain. Seperti terhijabnya ibu dari bagian sepertiga menjadi seperenam karena orang yang mati mempunyai anak keturunan yang menjadi ahli waris. Demikian pula terhijabnya suami dari bagian setengah menjadi seperempat dan terhijabnya istri dari bagian sepeeempat menjadi seperdelapan disebabkan orang yang mati meninggalkan keturunan. 393


------------
    392Op.Cit, hlm. 103
     393Ibid, hlm. 104-105



124
2.      Cara Menghitung Waris
       Dalam mengurutkan atau menghitung furudh muqaddaroh (bagian yang telah ditentukan secara syar’i untuk ahli waris tertentu) , para ulama mempunyai dua metode, yaitu tadalliy (menurun) dan taraqqiy (menaik). Adapun yang dimaksud dengan tadalliy adalah menyebutkan fardh paling atas terlebih dahulu, lalu turun ke fardh yang lebih rendah. Sedangkan taraqqiy adalah menyebutkan fard yang rendah terlebih dahulu, lalu terus ke atas.394
          Dari kedua metode tersebut di atas (tadalliy dan taraqqiy) terdapat metode yang lebih ringkas, yakni metode tawassuth (menengah), yaitu dngan menyebutkan bagian fard yang tengah lebih dahulu, lalu menaik dan menurun. Kemudian ada furudul muqaddaroh 1/3 sisa untuk kakek dan ibu, yang disebut masalah ’umariyatain dan gharrawain.395  
       Contoh masalah pertama :
       Seorang perempuan meninggal, ahli waris: suami, ibu dan ayah. Suami mendapat ½ , ibu mendapat 1/3 dari sisa tirkah, yaitu sepertiga dari seperdua tirkah, setelah diambil bagian suami. Sisanya untuk ayah dengan jalan ashobah. Alasan bila ibu mendapat 1/3 dari harta, maka bagian ibu dua kali bagian ayah. Bila ibu mengambil bagian 1/3 sisa maka bgian ayah dua kali bagian ibu dan ini prinsip waris yang telah disepakati bahwa bagian laki-laki dua kali bagian perempuan.396



------------
     394Komite Fakultas Syari’ah al-Azhar,  Op.Cit, hlm. 108
     395Ibid, hlm. 109
     396Muhammad Ali as-Shibuni, Op.Cit, hlm. 72

125



6

1/2
Suami
3
Suami mendapat 3 dari asal masalah 6, yaitu sebagai
Ash-habul furudh yang mendapat setengah
1/3
sisa
Ibu
1
Ibu mendapat 1 dari asal masalah 6
Ashobah
Ayah
2
Ayah mendapat sisanya 2 dari asal masalah 6, yaitu 1/3

       Contoh masalah kedua :
       Seorang laki-laki mati, ahli waris : istri, ibu dan ayah. Istri mendapat seperempat, ibu mendapat sepertiga sisa dan ayah mendapat sisa.397



4

¼
Istri
1
Istri mendapat bagian sebagai ash-habul furudh 1 dari asal masalah 4
1/3 sisa
Ibu
1
Ibu mendapat sepertiga sisa, yaitu 1 dari asal masalah 4
Ashabah
Ayah
2
Ayah mendapat sisa 2 dari asal masalah 4

         Menghitung warits dapat dilakukan dengan cara mencari asal masalah dan dapat pula dikalikan langsung dengan bagian-bagian yang telah ditetapkan bagi para ahli warits yang berhak menerimanya. Asal masalah adalah suatu bilangan bebas : 2, 4, 6, 8 12, 24, 72 yang dipergunakan untuk mempermudah perkalian agar tidak terjadi pecahan. 

------------
     397 Ibid, hlm. 73

126
       Muhammad Ali as-Shibuni menyebutkan bahwa mengetahui asal masalah, oleh para ahli fiqih dan ahli fara’idh dinamakan at-Ta’shil, artinya mengetahui asal masalah, dengan maksud untuk memperoleh angka kelipatan terkecil yang dapat mengeluarkan saham masing-masing ahli waris tanpa menimbulkan pecahan.398  
         Kaidah-kaidah untuk mengetahui asal masalah :
a.       Apabila bagian seperdua dari macam pertama (golongan ashobah semua, asal masalah diambil dari bilangan ahli waris) bercampur dengan macam yng kedua (furudhnya sama, asal masalah diambil dari makhraj / sebutannya ash-habul furudh tersebut), baik semua atau sebagian, maka asal masalah diambil dari enam.
b.       Apabila seperempat dari macam pertama bercampur dengan macam yang kedua baik semua atau sebagian, maka asal masalah diambil dari 12.
c.        Apabila 1/8 dari macam yang pertama bercampur dengan macam yang kedua, baik semua atau sebagian, maka asal masalah diambil dari 24.399

a.      Kelompok Persekutuan Kecil (KPK)
1). Seorang Isteri meninggal, ahli warisnya : Suami, Ayah, Ibu dan seorang anak laki-laki. Harta warisnya sebesar : Rp 72.000.000,-
Asal Masalah : 12
Suami             : ¼       x   12    = 3    =  3/12   x Rp 72.000.000    = Rp 18.000.000
Ayah               : 1/6     x   12    = 2    = 2/12   x Rp 72.000.000    = Rp 12.000.000
Ibu                  : 1/6      x   12   = 2    = 2/12   x Rp 72.000.000    = Rp 12.000.000
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Jumlah                                      7                                                  = Rp 42.000.000
Sisa                                           5                                                 = Rp 30.000.000
Anak Laki-laki     5/12   x  Rp 72.000.000                                   = Rp 30.000.000
------------
     398Ibid, hlm. 157
     399Ibid, hlm. 159

127
2). Seorang Istri meninggal, ahli warisnya : Suami, Ayah, Ibu, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Hartanya Rp 72.000.000
            Asal Masalah : 12
Suami            : ¼      x  12    =   3    =  3/12  x   Rp 72.000.000   = Rp  18.000.000
Ayah              : 1/6    x 12    =   2     = 2/12   x    Rp 72.000.000  = Rp  12.000.000
Ibu                 : 1/6    x 12    =   2     = 2/12   x    Rp 72.000.000  = Rp  12.000.000
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Jumlah                                 =   7                                                     Rp  42.000.000
Sisa                                      =   5                                                     Rp  30.000.000
       Anak laki-laki dan anak perempuan termasuk ashobah bi al-ghoirih. Ketentuan untuk anak laki-laki mendapat dua bagian dan anak perempuan satu bagian. Karena sisa asal masalah 5 dan masih terjadi pecahan jika akan dikalikan dengan jumlah bagian anak laki-laki dan anak perempuan. Maka asal masalah yang semula 12 dinaikkan menjadi 36.
Suami                   : ¼      x 36     : 9    = 9/36    x   Rp 72.000.000       = Rp  18.000.000
Ayah                    : 1/6    x  36    : 6     = 6/36   x   Rp 72.000.000       = Rp  12.000.000
Ibu                       : 1/6    x  36    : 6     = 6/36    x   Rp 72.000.000      = Rp  12.000.000
Anak laki-laki      : 2/3    x   15   : 10   = 10/15 x   Rp 30.000.000      = Rp   20.000.000
Anak Perempuan : 1/3    x   15   :  5    = 5/15   x    Rp 30.000.000     = Rp   10.000.000
       Arti dalam kaidah ilmu berhitung tersebut, umpamanya penyebut dan pembilang. Dalam1/3, angka 3 (yang dibawah) dinamakan “penyebut” dan angka 1 (yang di atas) dnamakan “pembilang”. Dalam angka “2-3-6”, angka 6 dari ketiga angka ini dinamakan “kelipatan prsekutuan terkecil” bagi ketiga angka tersebut.400

                    ------------
                     400Sulaiman Rasjid, Op.Cit, hlm. 366

128

b.      Kelipatan Perskutuan Tertinggi (KPT)  / al-’Aul 
      Dalam Kompilasi Hukum Islam Bab IV Pasal 192 tentang Aul dan Rad menyatakan bahwa : ” Apabila dalam pembagian harta warisan diantara para ahli waris Dzawil furudh menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisan dibagi secara aul menurut angka pembilang.401
       Masalah ’Aul terjadi karena jumlah furudh dari beberapa orang ahli waris yang terkelompok pada satu kasus ternyata melebihi harta yang ada.  Artinya harta yang ada tidak mencukupi untuk memenuhi semua furudh tersebut. 402  
Bila ’aul dari 6 menjadi 8 dinamakan Mubahalah. Bila 6 menjadi 9 dinamakan Gharra’. Bila 6 menjadi 10 dinamakan Ummu al-furukh. Bila 12 menjadi 17 dinamakan Ummu al-aramil. Bila 24 menjadi 27 dinamakan Minbariyah.403   

Contoh masalah Mubahalah
Seseorang meninggal, ahli waris : suami, saudara perempuan dan ibu. Suami mendapat ½, saudara perempuan ½ dan ibu 1/3. Asal masalah 6.

Ahli waris
Furudh
Asal masalah 6
’Aul
Suami
Saudara perempuan
Ibu
½
½
1/3
3
3
2
3/8 x harta
3/8 x harta
2/8 x harta
Jumlah

8



------------
                 401Kompilasi Hukum Islam, Op.Cit, hlm. 61- 62
                                402Amir Syarifuddin, Op.Cit, hlm. 98
403Ibid, hlm. 101 – 103
129
Masalah Gharra’
Sesorang meninggal, ahli waris : suami, saudara perempuan kandung, saudara perempuan seayah, dan 3 orang saudara seibu. Suami mendapat ½, saudara perempuan kandung mendapat ½, saudara seayah mendapat 1/6, dan 3 orang saudara seibu mendapat 1/3. Asal masalah 6.

Ahli waris
Furudh
Asal masalah 6
’Aul
Suami
Saudara perempuan kandung
Saudara perempuan seayah
3 orang saudara seibu
½
½
1/6
1/3
3
3
1
2
3/9 x harta
3/9 x harta
1/9 x harta
2/9 x harta


9


Masalah Ummu al-furukh
Seseorang meninggal ahli wari : suami, ibu, 2 orang saudara kandung, dan 2 orang saudara seibu. Suami mendapat ½, ibu mendapat 1/6, 2 orang saudara kandung 2/3, dan 2 orang saudara seibu mendapat 1/3. Asal masalah 6.

Ahli waris
Furudh
Asal masalah 6
’Aul

Suami
Ibu
2 Saudara perempuan kandung
3 orang saudara seibu

½
1/6
2/3
1/3

3
1
4
2


3/10 x harta
1/10 x harta
4/10 x harta : 2
2/10 x harta


10




130

Masalah Ummu al-aramil
Seseorang meninggal, ahli waris : Istri, 2 saudara perempuan kandung, 2 saudara seibu, dan ibu. Istri mendapat ¼, 2 saudara perempuan kandung mendapat 2/3, 2 saudara seibu mendapat 1/3, dan ibu mendapat 1/6. Asal masalah 12.

Ahli waris
Furudh
Asal masalah 12
’Aul
Istri
2 saudara perempuan kandung
2 saudara seibu
Ibu
¼
2/3
1/3
1/6
3
8
4
2
3/17 x harta
8/17 x harta
4/17 x harta
2/17 x harta


17


Masalah Minbariyah
Seseorang meninggal, ahli waris : Istri, 2 anak perempuan, ayah, dan ibu. Istri mendapat 1/8, 2 anak perempuan mendapat 2/3, ayah mendapat 1/6, dan ibu mendapat 1/6. Asal masalah 24.

Ahli waris
Furudh
Asal masalah 24
’Aul
Istri
2 anak perempuan
Ayah
Ibu
1/8
2/3
1/6
1/6
3
16
4
4
  3/27 x harta
16/27 x harta
4/27   x harta
4/27   x harta


27





131
c.       Rad
    Menurut bahasa rad adalah : al-’Audu (pulang), ar-Ruju’u (kembali), dan ash-Sharfu (berpaling). 404  Menurut istilah rad adalah berkurangnya asal masalah dan betambahnya nilai saham dari yang telh ditentukan. 405
      Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 193 menyatakan bahwa : ”Apabila dalam pembagian harta warisan diantara para ahli waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil daripada angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asobah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris, sedang sisanya dibagi secara berimbang diantara mereka.406
       Masalah radd timbul karena adanya sisa harta sesudah dibagikan kepada dzawil furudh sedangkan ahli waris yang berhak atas sisa harta tidak ada. Semua sisa harta yang ada dikembalikan kepada ahli waris furudh yang ada berdasarkan kadar furudh masing-masing.407
   Orang yang mendapat Rad adalah sebagai berikut :
1). Anak perempuan
2). Cucu perempuan
3). Saudara perempuan sekandung
4). Saudara perempuan sebapak
5). Ibu
6). Nenek shahihah
7). Saudara laki-laki seibu
8). Saudara perempuan seibu. 408


-------------
                404Muhammad Ali as-Shibuni, Op.Cit, hlm. 147
                405Ibid, hlm. 148
                406KHI, Op.Cit, hlm. 62
                407Amir Syarifuddin, Op.Cit, hlm. 107
                408Muhammad Ali as-Shibuni, Op.Cit, hlm. 149

132

a). Ahli waris : Ibu, seorang anak perempuan. Hartanya Rp 40.000.000
Asal Masalah  6
Ibu                         = 1/6   x  6    =  1
Anak Perempuan   = ½     x  6    =  3
Asal masalah         = 4
Ibu                         = ¼    x   Rp 40.000.000           = Rp  10.000.000
Anak Perempuan   = ¾    x   Rp 40.000.000           = Rp  30.000.000
b). Ahli waris : nenek dan 2 orang saudara perempuan seibu. Nenek mendapat seperenam (1/6) dan 2 orang saudara perempuan seibu mendapat 1/3. Hartanya Rp 6.000.000
Asal Masalah  6
Nenek                                     = 1/6 x 6 = 1
2 Saudara perempuan  seibu  = 1/3 x 6 = 2
Asal Masalah   3
Ibu                                          = 1/3 x 3 = 1
2 Saudara perempuan seibu   = 2/3 x 3 = 2
Nenek                                     = 1/3 x 6.000.000 = Rp 2.000.000
2        Saudara perempuan seibu   = 2/3 x 6.000.000 = Rp 4.000.000 : 2 = Rp 2.000.000
c). Ahli waris : Ibu dan sorang anak perempuan. Ibu mendapat 1/6 bagian dan seorang anak perempuan mendapat ½ bagian. Hartanya Rp 12.000.000
Asal Masalah 6
Ibu                       = 1/6 x 6 = 1
Anak perempuan = ½   x 6 = 3
Asal Masalah 4
Ibu                       = ¼   x 12.000.000 = Rp 3.000.000
Anak perempuan = ¾   x 12.000.000 = Rp 9.000.000


133
A.    Teknik Kompetisi
       Secara teknis, metode pendidikan Islam menurut Abdul Mujib direalisasikan dalam teknik pendidikan Islam yaitu :
1. Teknik periklanan (al ikhbariyah) dan teknik pertemuan, terdiri dari :
     a. Teknik ceramah (al mau’idhah)
     b. Teknik tulisan (al khathah)
2. Teknik dialog (hiwar), terdiri dari :
    a. Teknik bertanya jawab (al asilah wal ajwibah)
    b. Teknik diskusi (al niqasy)
    c. Teknik bantah membantah (al mujadilah)
    d. Teknik brain stroming (sambung saran)
3. Teknik berceritera
4. Teknik metafora (al amtsal), terdiri dari :
    a. Teknik simbolisme verba
    b. Teknik karyawisata
5. Teknik imitasi (al qudwah), terdiri dari :
    a. Teknik uswatun hasanah
    b. Teknik demonstrasi dan dramatisasi (al tathbiq)
    c. Teknik permainan dan simulasi (game and simulation)
6. Teknik drill (al muwarrosah al awwal), terdiri dari :
    a. Teknik inquiry (kerja kelompok)
    b. Teknik discovery (penemukan), teknik macro teaching.
    c. Teknik modul belajar
    d. Teknik belajar mandiri




134
7. Teknik ibrah, terdiri dari :
    a. Teknik eksperimen
    b. Teknik penyajian kerja lapangan
    c. Teknik penyajian secara khusus
    d. Teknik penyajian non directive
8. Teknik pemberian janji dan ancaman (targhib dan tarhib), terdiri dari :
    a. Teknik pemberian bimbingan dan ampunan
    b. Teknik pemberian motivasi dan peringatan (al tasywiq wa al tandzir)
    c. Teknik anugrah dan hukuman (shawab wal ‘iqab)
9. Teknik perlombaan (al mustabaqah), terdiri dari :
    a. Teknik imla’ (dikte)
    b. Teknik muhadatsah (percakapan)
    c. Teknik insya thariry (mengarang)
    d. Teknik mahfudhah (menghafal)
    e. Teknik qawaid (teknik penyajian berdasarkan qawaid). 409
       Teknik musabaqah adalah teknik yang dilakukan dengan cara memberikan pelajaran kepada peserta didik melalui upaya yang bersifat kompetisi antara peserta didik satu dengan peserta didik lainnya. Bentuk teknik ini dapat berupa olah fikir (seperti cerdas cermat, cepat tepat), olah tulis (membuat karya ilmiah, resensi buku, melukis, menggambar), dan olahraga (membuat keterampilan tertentu).410
       Teknik ini sangat effektif karena dapat menguras keseluruhan kemampuan yang dimiliki peserta didik dalam waktu yang sesingkat mungkin, peserta didik terbiasa merefleksikan kemampuannya tanpa memikirkan lebih lama.411
------------
       409Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir,Op.Cit,hlm.183-209
       410Ibid,hlm,207
       411Ibid

135

             Allah Swt. Berfirman sebagai berikut :
  
Artinya : dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S al Baqarah (2) : 148)412
              Rasulullah Saw. Bersabda sebagai berikut :
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال سابق النبي صلى الله عليه وسلم بالخيل قد ضمرت من الحفياء
وكان امدها ثنية الوداع وسابق بين الخيل التى لم تضمر من الثنية الى مسجد بنى زريق وكان
 ابن عمرفيمن سابق. متفق عليه
   Artinya : Dari Ibnu Umar, ra. Ia berkata : “ Rasulullah Saw. Berlomba ketangkasan kudanya yang sudah dikurangi makannya dari jenis kuda Hufayya’ yang jarak jauhnya mencapai Tsaniyah al Wada’, juga Beliau melombakan ketangkasan kudanya yang sudah diperkuat dengan makanan dari Tsaniyah menuju Masjid Bani Zuraiq, dan Ibnu Umar diantara orang yang berlomba itu “. (H.R Bukhori dan Muslim)413


------------
     412Loc.Cit
     413Op.Cit,hlm.679