BAB
II
PENGAJARAN ILMU WARITS MELALUI TEKNIK KOMPETISI
A. Pengajaran Pendidikan Agama Islam
Sering
ditemukan semacam kebingungan atau
kerancuan dalam penggunaan istilah pendidikan dan pengajaran. Ada orang
berpendapat bahwa pendidikan tidak sama dengan pengajaran. Ada yang berpendapat
pendidikan lebih luas daripada pengajaran. Ada juga yang mengatakan pendidikan
adalah usaha pengembangan aspek ruhani manusia sedangkan pengajaran aspek
jasmani dan akal saja.102
Sebagian
orang menganggap bahwa mengajar tak berbeda dengan mendidik. Oleh karenanya,
istilah mengajar / pengajaran yang dalam bahasa Arab disebut taklim (baca :
ta’lim) dan dalam bahasa Inggris teaching itu kurang lebih sama artinya dengan
pendidikan yakni tarbiyah dalam bahasa Arab dan education dalam bahasa Inggris.103
Kata تعليم adalah
bentuk mashdar dari kata علم berarti membuat orang lain mengetahui.104 Istilah ‘mu’allim’, pada umumnya dipakai dalam membicarakan ilmu
pengetahuan (baca : pengajaran), dari seorang yang tahu kepada seorang yang
tidak tahu.105
Allah Swt. berfirman :
’
Artinya
: “ dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!" (Q.S. al Baqarah : 31)106
------------
102Ahmad
Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam,
(Bandung : Rosdakarya Remaja, 2008), cet. ke
10,
hlm. 6-7
102Muhibbin
Syah, Loc.Cit.
104Wajidi
Sayadi, Hadis Tarbawi, (Jakarta :
Pustaka Firdaus, 2009), cet. ke 2, hlm. 12
105Ramayulis,
Op.Cit, hlm. 57
106Op.Cit, hlm. 8
31
33
Kata علم bentuk mashdarnya adalah تعليم menunjukkan adanya proses yang rutin dan terus menerus serta
adanya upaya yang luas cakupannya sehingga dapat memberi kejelasan kepada
muta’allim (orang yang belajar). Perubahan bentuk dari ‘alima menjadi ‘allama
mengandung arti : menjadikan sesuatu mempunyai tanda atau identitas untuk
dikenali; pencapaian pengetahuan yang sebenarnya; dan menjadikan orang lain
yang tidak mengetahui menjadi tahu. 107
Muzayyin Arifin menyebutkan bahwa Pendidikan
lebih mengarahkan tugasnya kepada pembinaan atau pembentukan sikap dan
kerpibadian manusia yang beruang lingkup pada proses mempengaruhi dan membentuk
kemampuan kognitif, konatif dan efektif serta psikomotor dalam diri manusia.
Pengajaran lebih menitikberatkan usahanya kea rah terbentuknya kemampuan
maksimal intelektual dalam menerima, memahami, menghayati, dan menguasai serta
mengembangkan ilmu pengetahuan yang diajarkan. 108
Menurut Imam Tholkhah pengajaran (ta’lim),
yakni pengalihan berbagai pengetahuan dan akidah kepada akal dan hati kaum
muslimin agar mereka merealisasikannya dalam tingkat laku kehidupan.109
Pengajaran adalah operasionalisasi dari
kurikulum atau Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Pengajaran di
sekolah terjadi apabila terdapat interaksi antara siswa dengan lingkungan
belajar yang diatur guru untuk mencapai tujuan pengajaran. 110
M. Quraish
Shihab menyatakan bahwa “Menurut hemat kami, membahas hubungan al-Qurán dan
ilmu pengetahuan bukan dinilai dengan banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan
yang tersimpul didalamnya, bukan pula dengan menunjukkan kebenaran teori-teori
ilmiah. Tetapi pembahasan hendaknya diletakkan pada proporsi yang lebih tepat
sesuai dengan kemurnian dan kesucian al-Qurán dan sesuai pula dengan logika
ilmu pengetahuan itu sendiri “. 111
Abuddin
Nata menyebutkan, “Sungguhpun banyak temuan di bidang ilmu pengetahuan yang
sejalan dengan kebenaran ayat-ayat al-Qurán, namun al-Qurán bukanlah buku
tentang ilmu pengetahuan. Al-Qurán tidak mencakup seluruh cabang ilmu
pengetahuan”. 112
------------
107Op.Cit, hlm. 12
108Muzayyin Arifin, Op.Cit,
hlm. 91
109Imam Tholkhah, Profil
Ideal Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Titian Pena, 2008), cet. 1,
hlm. 7
110Nana Sudjana, Dasar-dasar
Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2008), cet.
ke 8, hlm. 10
111M. Quraish Shihab, Membumikan
al-Qurán, (Bandung : Penerbit Mizan, 1994), cet. ke IV, hlm. 41
112Abuddin Nata, Tafsir
Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta : Rajagrafindo,1020), cet. ke 4, hlm. 167
34
Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa “
Sekolah adalah badan pendidikan yang penting pula sesudah keluarga. Ketika anak
meningkat usia kurang lebih 6 tahun, perkembangan intelek, daya berfikir mereka
telah sedemikian sehingga mereka telah membutuhkan beberapa dasar-dasar ilmu
pengetahuan “.113
Selanjutnya, komponen-komponen yang
mesti ada dalam mengembangkan teori-teori Pendidikan Islami adalah sebagai
berikut : a. tujuan, b. pendidik, c. anak didik, d. kurikulum, e. metode, f. buku teks siswa dan guru, g. pembiayaan,
h. ruang kelas, i. perangkat keras lainnya, dan j. kegiatan.114
1.
Tujuan Pendidikan
Tujuan
artinya sesuatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu kegiatan atau
usaha. Sesuatu kegiatan akan berakhir, bila tujuannya sudah dicapai. Kalau
tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung dimulai untuk
mencapai tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai kepada tujuan akhir.115
Perlu diuraikan istilah “tujuan” atau
“sasaran”, atau “maksud” yang dalam bahasa Arab dinyatakan dengan kata-kata
ghayat, atau ahdaaf, atau maqasid. Dalam bahasa Inggris “tujuan” dengan goal,
purpose, objectives, atau aim. Secara terminologis, aim adalah the action of
making one’s way toward a point. Yaitu tindakan membuat suatu jalan ke arah
sebuah titik.116
Berbicara tentang tujuan pendidikan, tak
dapat tidak mengajak kita bicara tentang tujuan hidup, yaitu tujuan hidup
manusia. Sebab pendidikan hanyalah suatu alat
yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya
(survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.117
------------
113Ahmad
D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam, (Bandung : PT Al-Maárif, 1989), cet. ke
VIII, hlm. 60
114Ahmad
Tafsir,Filsafat Pendidikan Islam,(Bandung
: Remaja Rosdakarya,2010),cet. ke 4, hlm.
295
115Zakiah
Daradjat, Op.Cit, hlm. 72
116M.
Arifin, Op.Cit, hlm. 53
117Hasan
Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta
: PT Pustaka Al-Husna Baru, 2003), cet.
ke 5, hlm. 197
35
Dalam Bab II Pasal 2 Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa “ Pendidikan Nasional
berdsarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pasal 3 menyebutkan “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab “.118
Muhammad Quthb menyebutkan bahwa “ alat dan
tujuan bertalian erat dalam metode pendidikan, tidak dapat dipisah-pisahkan.
Tujuan tidak bisa ditegaskan tanpa alat yang bisa mendukung, dan alat tidak
bisa ditentukan bila terpisah dari tujuan “.119
Nurwadjah Ahmad E.Q. dalam Tafsir Ayat-ayat
Pendidikan menyebutkan bahwa “ Pendidikan Islam sebagai proses sadar bertugas
menjadwal perkembangan hidup manusia dalam fase-fase dan kedudukannya agar bisa
sampai pada tujuannya di dunia ini menjadi hamba Allah “.120
Abdul Fattah Jalal dalam Azas-azas Pendidikan
Islam mengatakan bahwa “ Tujuan umum pendidikan dan pengajaran dalam Islam
ialah menjadikan manusia- seluruh manusia sebagai abdi atau hamba Allah Swt. “.121
Ahmad Tafsir dalam Filsafat Pendidikan Islami
mengatakan bahwa “ Tujuan pendidikan pada dasarnya ditentukan oleh pandangan
hidup (way of life) orang yang mendesain pendidikan itu “.122
------------
118Undang-undang
RI Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan
Nasional, (Bandung : Fokusmedia,
2006), cet. ke 1, hlm. 62
119Muhammad
Quthb, 1984, Sistem Pendidikan Islam,
(Terj) Salman Harun, (Bandung : Al- Ma’arif),
cet. ke 1, hlm. 18
120Nurwadjah
Ahmad EQ., Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Bandung
: Penerbit Marja, 2010), cet. ke 1,
hlm. 12
121Abdul
Fattah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam,
(Bandung : CV Diponegoro, 1988), cet. ke 1, hlm.
119
122A.
Tafsir, Op.Cit, hlm. 75
36
Jika kita berbicara tentang tujuan
pendidikan Islam, berarti berbicara tentang nilai-nilai ideal yang bercorak
Islami. Hal ini mngandung makna bahwa tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah
tujuan yang merealisasi idealitas Islami. Sedang idealitas Islami itu sendiri
pada hakikatnya adalah mengandung nilai perilaku manusia yang didasari atau
dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang
harus ditaati. 123
Abdurrahman Saleh Abdullah dalam Teori-teori
Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an menyebutkan bahwa “ Dalam pendidikan Islam,
tujuan umumnya adalah membentuk kepribadian sbagai khalifah Allah atau
sekurang-kurangnya mempersipkan ke jalan yang mengacu kepada tujuan akhir
manusia. Tujuan utama khalifah Allah adalah beriman kepada Allah dan tunduk
patuh secara total kepada-Nya “.124
Allah SWT berfirman sebagai berikut :
Artinya
: “ dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku “. (Q.S Adz-Dzariyah (51) :
56)125
Ahmad D. Marimba dalam Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam berpendapat bahwa “ tujuan utama Pendidikan Islam adalah
identik dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah,
yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama
Islam “.126
Dalam Konferensi Pendidikan Islam se-Dunia di
Makkah 1977, tujuan pendidikan Islam dirumuskan :
Pendidikan seharusnya bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia
yang menyeluruh seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang
rasional, perasaan dan indera. Karena itu pendidikan harus mencapai pertumbuhan
manusia dalam segala aspeknya : spiritual, intelektual, imajinatif, fisik,
ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong
semua aspek ini kea rah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Tujuan akhir
pendidikan muslim terletak dalam perwujudan ketundukan yang sempurna kepada
Allah baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia. 127
------------
123
Muzayyin Arifin, Op.Cit, hlm. 108
124Abdurrahman
Saleh, Op.Cit, hlm. 133
125Op.Cit, hlm.
976
126Ahmad
D. Marimba, Op.Cit, hlm. 48
127Ali
Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta
: Pustaka Firdaus, 1986), hlm. 107
37
2.
Pendidik
Ahmad
Tasfir mengutip pendapat Sikun Pribadi mengatakan bahwa mendidik dalam arti
pedagogis tidak dapat disamakan dengan pengertian mengajar. Pengajaran adalah
suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak mengenai segi kognitif dan
psikomotor semata-mata, yaitu supaya anak lebih banyak pengetahuannya, lebih
cakap berfikir kritis, sistematis dan objektif, serta terampil dalam mengerjakan
sesuatu.. 128
Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu
proses interaksi edukatif antara anak didik dengan pendidik. Salah satu
indikator interaksi edukatif adalah apabila interaksi tersebut dilakukan secara
terencana, terkendali, ada sesuatu atau bahan yang akan disampaikan dan dapat
dievaluasi dalam suatu system.129
Secara etimologis, guru adalah orang yang
mendidik. Pengertian ini memberikan kesan bahwa guru adalah orang yang
melakukan kegiatan dalam bidang pendidikan.130
Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik
disebut dengan murabbi, mu’allim dan muaddib. Kata murabbi
berasal dari kata rabba-yurabbi. Kata muállim isim fail dari ‘allama
– yu’allimu, sedangkan kata muaddib berasal dari addaba-yuaddibu.131
Allah Swt. berfirman :
------------
128A. Tafsir, Op.Cit, hlm. 7
129Op.Cit, hlm.
172
130Op.Cit, hlm.
3
131Loc.Cit
38
Artinya : “dan Dia
mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar." (Q.S.Al-Baqarah (2) : 31)132
Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik dalam
Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung
jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik.133
Allah Swt. berfirman :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.(QS At-Tahrim (66):6)134
Guru di sekolah adalah pendidik yang kedua,
secara teoritis. Mereka menghadapi hal yang sama dengan yang dihadapi orang tua
di rumah, yaitu masalah kekurangan waktu, juga masalah gempuran kebudayaan
global.135
------------
132Loc.Cit
133A. Tafsir, Op.Cit, hlm. 74
134Op.Cit,
hlm. 1063
135A. Tafsir, Op.Cit, hlm. 173-174
39
Perlu dicatat bahwa dalam pembelajaran
(interaksi instruksional antara guru dengan siswa), istilah proses
mengajar-belajar (PMB) dipandang lebih tepat daripada proses belajar-mengajar
(PBM). Alasannya, dalam “proses” ini yang hampir selalu lebih dahulu aktif
adalah guru (mengajar) lalu diikuti oleh aktifitas siswa (belajar).135
Secara terminologi, guru adalah orang yang
kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau kelas. Lebih
khusus, guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran
yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan
masing-masing.136
Menurut Imam Tholkhah ada syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh seorang guru ideal yaitu :
1. Sehat jasmani dan rohani
2. Bertakwa dan memiliki kecerdasan
spiritual
3. Memiliki kecerdasan intelektual dan
berpengetahuan luas
4. Berwibawa
5. Ikhlas
6. Mempunyai orientasi yang jelas
7. Mampu merencanakan dan melaksanakan
evaluasi pendidikan
8.
Menguasai
bidang yang ditekuni.137
Zakiah Daradjat mengatakan bahwa pada
dasarnya guru harus memiliki tiga kompetensi, yaitu : kompetensi kepribadian,
kompetensi penguasaan atas bahan , dan kompetensi dalam cara-cara mengajar :
a. Kompetensi Kepribadian
1)
Mengenal
dan mengakui harkat dan potensi dari setiap individu atau murid yang
diajarkannya;
2)
Membina
suatu suasana social yang meliputi interaksi belajar-mengajar sehingga amat
bersifat
------------
135Muhibbin
Syah, Op.Cit, hlm. 219
136Imam
Tholkhah, Op.Cit, hlm. 4-5
137Ibid, hlm. 10-23
40
menunjang
secara moral (batiniah) terhadap murid bagi terciptanya kesepahaman dan
kesamaan arah dalam pikiran serta perbuatan murid dan guru;
3)
Membina
suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggung jawab dan saling
mempercayai antara guru dan murid.
b.
Kompetensi
penguasaan atas bahan pengajaran
1)
Menguraikan
ilmu pengetahuan atau kecakapan dn apa-apa yang harus diajarkannya ke dalam
bentuk komponen-komponen dan informasi-informasi yang sebenarnya dalam bidang
ilmu atau kecakapan yang bersangkutan;
2)
Menyusun
komponen-komponen atau informasi-informasi it sedemikian rupa baiknya sehingga
akan memudahkan murid untuk mmpelajari pelajaran yang diterimanya.
c.
Kompetensi
dalam cara-cara mengajar
1)
Merencaakan
atau menyusun setiap program satuan pelajaran, demikian pula merencanakan atau
menyusun keseluruhan kegiatan untuk satu satuan waktu;
2)
Mempergunakan
dan mengembangkan media pendidikan (alat bantu atau alat peraga) bagi murid
dalam proses belajar yang diperlukannya.
3)
Mengembangkan
dan mempergunakan semua metode-metode mengajar sehingga terjadilah
kombinasi-kombinasi dan variasinya yang efektif. 138
Oleh
karena itu, seorang guru harus menjadi “uswatun hasanah” dalam setiap sikap dan
perilakunya bagi mereka, disamping sebagai pembimbing moral dan spiritual yang
konsisten. Dalam perspektif pendidikan Islam, anak didik adalah anak yang
sedang tumbuh dan berkembang, baik fisik maupun psikis, untuk mencapai tujuan
pendidikan melalui lembaga pendidikan.139
------------
138Zakiah Daradjat,
Op.Cit, hlm. 263-264
139Abdul Mujib dan
Jusuf Mudzakkir, Op.Cit, hlm. 177
40
3. Peserta Didik
Peserta didik adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan
formal maupun pendidikan
nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.
140
Peserta didik secara formal adalah orang
yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik
maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang
peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. 141
Menurut
pasal 1 ayat 4 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, menjelaskan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan
jenis pendidikan tertentu.142
Ramayulis
mengutip pendapat Syamsul Nizar mendeskripsikan kriteria peserta didik sebagai
berikut :
1.
Peserta didik bukanlah miniature orang dewasa tetapi
memiliki dunianya sendiri.
2.
Peserta didik memiliki periodisasi perkembangan dan pertumbuhan.
3.
Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki
perbedaan individu baik disebabkan oleh factor bawaan maupun lingkungan dimana
ia berada.
4.
Peserta didik merupakan dua unsure utama jasmani dan
rohani, unsure jasmani memiliki daya fisik dan unsure rohani memiliki daya akal
hati nurani dan nafsu.
5.
Peserta didik adalah manusia yang mempunyai potensi
atau fitrah yang dapat dikembangkan dan
berkembang secara dinamis. 143
------------
140 Internet, Peserta
Didik, 1 Januari 2012
141Ramayulis, Op.Cit,
hlm. 77
142UU RI No. 20 Tahun 2003, hlm. 59
143Ramayulis, Op.Cit,
hlm. 77-78
41
Ahmad
Tafsir mengutip pendapat Sa’íd Hawwa (1999) menjelaskan adab dan tugas murid
(yang dapat juga disebut sifat-sifat murid) sebagai berikut ini :
1.
Murid harus mendahulukan kesucian jiwa sebelum yang
lainnya.
2.
Murid harus mengurangi keterikatannya dengan kesibukan
duniawiah karena kesibukan itu akan melengahkannya dari menuntut ilmu.
3.
Tidak sombong terhadap orang yang berilmu, tidak
bertindak sewenang-wenang terhadap guru; ia harus patuh kepada guru seperti
patuhnya orang sakit terhadap dokter yang merawatnya. Murid harus tawadldlu’ kepada
gurunya dan mencari pahala dengan cara berkhidmat pada guru.
4.
Orang yang menekuni ilmu pada tahap awal harus menjaga
diri dari mendengarkan perbedaan pendapat atau khilafiah antar mazhab karena
hal itu akan membingungkan pikirannya.
5.
Penuntut ilmu harus mendahulukan menekuni ilmu yang
paling penting untuk dirinya.
6.
Tidak menekuni banyak ilmu sekaligus, melainkan
berurutan dari yang paling penting. Ilmu yang paling utama ialah ilmu mengenal
Allah.
7.
Tidak memasuki cabang ilmu sebelum menguasai cabang
ilmu sebelumnya.
8.
Hendaklah mengetahui ciri-ciri ilmu yang paling mulia,
itu diketahui dari hasil belajarnya, dan kekuatan dalilnya. 144
Zakiah Daradjat membagi manusia kepada
tujuh dimensi pokok yang masing-masingnya dapat dibagi kepada dimensi-dimensi.
Ketujuh dimensi tersebut adalah :
a.
Dimensi fisik, b. Dimensi akal, c. Dimensi iman, d.
Dimensi akhlak, e. Dimensi kejiwaan, f. Dimensi keindahan, dan g. Dimensi
social kemasyarakatan.145
Kebutuhan pokok manusia menurut Zakiah Daradjat adalah:
1.
Kebutuhan fisik jasmaniah, 2. Kebutuhan mental
rohaniah : a. Kebutuhan akan agama, b. Kebutuhan akan kasih saying, c.
Kebutuhan akan rasa aman, d. Kebutuhan akan rasa harga diri, e. Kebutuhan akan
rasa bebas, f. Kebutuhan pengenalan.146
------------
144Ahmad Tafsir, Op.Cit,
hlm. 166-168
145Zakiah Daradjat, Pendidikan
Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta : CV Ruhama, 1994),
cet. ke 1,
hlm. 2-18
146Ibid, hlm. 19-33
42
Abdul
Mujib dan Jusuf Mudzakkir mengatakan bahwa karakteristik peserta didik yaitu:
1.
Peserta didik bukan miniature orang dewasa, ia
mempunyai dunia sendiri, sehingga metode belajar-mengajar tidak boleh disamakan
dengan orang dewasa.
2.
Peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk
pemenuhan kebutuhan itu semaksimal mungkin.
3.
Peserta didik memiliki perbedaan antara individu
dengan individu yang lain, baik perbedaan yang disebabkan dari faktor endogen
(fitrah) maupun eksogen (lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi,
social, bakat, minat dan lingkungan yang mempengaruhinya.
4.
Peserta didik dipandang sebagai kesatuan system
manusia. Sesuai dengan hakikat manusia,
peserta didik sebagai makhluk monoplularis, maka pribadi peserta didik walaupun
terdiri dari dari banyak segi, merupakan satu kesatuan jiwa raga (cipta, rasa,
dan karsa).
5.
Peserta didik merupakan subjek dan objek sekaligus
dalam pendidikan yang dimungkinkan dapat aktif, kreatif, serta produktif.
6.
Peserta didik mengikuti periode-periode perkembangan
tertentu dan mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya. 147
Penulis berpendapat bahwa kalimat yang
terbentuk dari ajar berasal dari bahasa Arab yaitu ‘ajrun’ yang berarti balasan
atau pahala. Ketika mendapat awalan pe- al ajrun yang di Indonesiakan menjadi
pelajar maka akan bermakna seseorang yang sedang mencari pahala atau ingin
mendapatkan balasan atau imbalan. Yang memberi balasan atau pahala adalah Yang
Maha Mengajar. Yaitu Allah. Sehingga pembimbingnya disebut Pengajar. Cara
pengajar menyampaikan materi dinamakan Pengajaran. Dan materi tersebut
dinamakan Pelajaran. Setumpuk buku pelajaran wajib dipelajari oleh pelajar
dengan cara belajar.
------------
147Op.Cit, hlm. 105-106
43
Selanjutnya menurut Fathiyah Hasan S. mengutip
pendapat Al-Ghazali, sifat-sifat yang harus dimiliki murid agar menjadi
cendekiawan yang betul-betul memperoleh manfaat dalam belajar serta dapat
mencapai tujuan yang diharapkan, maka tugas-tugas murid adalah :
1. Belajar adalah bagian
dari ibadah, sebab tujuan belajar adalah mendekatkan diri kepada Allah. Karena
itu sifat utama yang harus dimiliki adalah kesucian jiwa dari budi pekerti
rendah dan sifat-sifat tercela.
2.
Semampu mungkin
hendaknya murid menjauhkan diri dari urusan keduniaan dan mengurangi
ketergantungan dirinya dengan dunia. Sebab ketergantungan dunia dengan tetek bengeknya akan membuat dirinya lalai
menuntut ilmu.
3.
Murid harus
mempunyai sifat tawadlu, rendah hati, tidak sombong di depan gurunya atau
membanggakan ilmunya. Agar murid menerima semua apa yang disampaikan guru
kepadanya dengan penuh kesungguhan hati, dengan rasa terima kasih dan gembira
dengan sikap menerima kebaikan orang.
4.
Hendaknya murid
menjaga diri jangan sampai mendengarkan aliran-aliran yang berbeda-beda atau
terlibat dalam diskusi dan perdebatan para ulama. Murid hendaknya pertama kali
mempelajari aliran yang benar yang dipilih dan diikuti gurunya.
5.
Murid agar
bersemangat mempelajari semua ilmu pengetahuan terpuji, baik ilmu agama atau
duniawi sekedar ia mampu mengetahui tujuan dan apa yang menjadi pokok
bahasannya. Pengetahuan yang luas lebih utama dari yang terbatas. Sebab, ilmu
pengetahuan yang berbeda-beda pada hakekatnya saling menunjang. Spesialisasi
yang sempit membuat orang fanatik pada disiplin ilmu tertentu saja. Karena
manusia adalah musuh dari ketidaktahuannya.
6.
Agar belajar
dilakukan secara bertahap, jangan sampai mengarungi seluruh lautan ilmu
sekaligus. Tapi dari belajar agama secara mendalam, setelah itu belajar
ilmu-ilmu yang lain sesuai kepentingannya. Bila tidak ada kesempatan, maka
secara global dengan sistematis dari hal yang penting.
7.
Ada suatu
pentahapan alami dalam ilmu pengetahuan. Mempelajari suatu cabang ilmu akan
mengantarkan pada cabang yang lain. Jangan sampai menekuni disiplin ilmu
sebelum ia betul-betul memenuhi syarat pada disiplin ilmu sebelumnya. Janganlah
mengenal kebenaran lewat tokohnya, tapi kenalilah kebenaran, kemudian engkau
akan mengenal tokohnya.
8.
Nilai ilmu
ditentukan oleh dua hal : pertama kualitas hasilnya, dan kedua, validitas dan
kekuatan argumentasinya. Misal, ilmu agama dengan kedokteran, yang pertama
hasilnya kehidupan abadi, sedang yang terakhir buah kehidupan yang akan binasa,
maka ilmu agama lebih mulia.
9.
Seharusnya murid
dalam belajar mengacu pada dua tujuan, pertama jangka pendek yaitu memperbaiki
dan membersihkan jiwanya. Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dan berusaha
naik derajat sebanding dengan malaikat.
10.
Al-Ghazali
menekankan perlunya murid mengetahui nilai pengetahuan dari segi manfaat yang
ia peroleh. Baginya ilmu agama paling bermanfaat sebab merupakan sarana untuk mencapai
kebahagiaan abadi. 120
------------
148Fathiyah
Hasan S., Konsep Pendidikan Al-Ghazali,
(Jakarta : CV Guna Aksara, 1990), hlm. 51-58
44
Menurut Syamsu Yusuf LN bahwa masa
remaja (Fase Puber : 13-21 tahun) sebagai segmen dari siklus kehidupan manusia,
menurut agama merupakan masa starting
point pemberlakuan hukum syarí (wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah)
bagi seorang insan yang sudah baligh (mukallaf).149
Dalam bidang ibadah dan akhlak ada
nilai-nilai agama yang seharusnya diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari
sebagai berikut :
1.
Mengamalkan ibadah ritual (mahdlah) seperti : shalat,
shaum, dan berdoá.
2.
Membaca al Qurán dan memahaminya.
3.
Bersikap hormat kepada kedua orang tua.
4.
Menjalin silaturahmi dengan saudara dan orang lain.
5.
Mengendalikan diri (hawa nafsu) dari perbuatan yang
diharamkan Allah, seperti : berzinah (free sex), meminum-minuman keras atau
narkoba, berjudi, mencuri, dan membunuh atau tawuran.
6.
Bersyukur pada saat mendapat nikmat atau anugrah dari
Allah (minimal dengan membaca hamdalah = Alhamdulillah).
7.
Bersabar pada saat mendapat musibah (dengan membaca
Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raajiúun), sehingga terhindar dari suasana stress
atau frustasi (kekecewaan yang mendalam karena tidak tercapai apa yang
diinginkannya).
8.
Berperilaku jujur dan amanah (dapat dipercaya =
bertanggung jawab).
9.
Memiliki ghirah (etos) belajar yang tinggi.
10.
Memelihara kebersihan dan kesehatan diri dan
lingkungannya.
11.
Bersikap optimis dalam menghadapi masa depan, dengan
selalu berikhtiar dan berdoá kepada Allah.150
------------
149Syamsu Yusuf ,Psikologi
Belajar Agama,(Bandung : CV Pustaka Bani Quraisy,2004), cet. ke 1, hlm. 46
150Ibid, hlm. 47
45
4.
Materi Pendidikan
Abdul
Rachman Shaleh Abdullah mengatakan bahwa “ Materi Pendidikan meliputi :
Keserasian yang harmonis antara materi dan tujuan; rumusan pokok klasifikasi
ilmu pengetahuan dalam Islam; Islam menolak dualisme sistem kurikulum dan
sekularisme … “.151
Abdul
Fattah Jalal dalam Azas-azas Pendidikan Islam mengatakan bahwa “ Agar
manusia dapat mencapai ilmu dan mengenal hakikatnya, Islam telah meletakkan
sekumpulan kaidah, cara dan undang-undang untuk diikuti dengan menggunakan
berbagai alat dan potensi yang diciptakan Allah SWT. Baginya. Diantaranya ialah
: Hindarkan bertaqlid tanpa meneliti dan memikirkan persoalannya terlebih
dahulu; hindari purbasangka; membrsihkan akal dari segala hukum yang tidak
berdasarkan keyakinan; bertahap dari yang kongkrit kepada yang abstrak dan dari
parsial kepada global; menyaring dan menguji pendapat sebelum mengambilnya “. 152
Sidi Gazalba dalam Asas Agama Islam
mengatakan bahwa “ Pola ajaran dan amal Islam menuntun pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Gerak yang berlangsung ialah : mula-mula ia dibentuk
menjadi Mu’min; sesudah itu Muslim; selanjutnya menjadikannya Muhsin “.153
Rasulullah saw. bersabda :
قال يارسول الله ما الاحسان ؟ قال ان تعبد
الله كانك تراه فانك ان لا تراه فانه يرتك . رواه مسلم
Artinya
“ … Wahai Rasulullah ! Apakah ihsan itu ? Beliau menjawab. Hendaklah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu
melihat-Nya, meskipun kamu tidak melihat-Nya,
sesungguhnya Dia melihatmu “. (H.R. Shahih Muslim)154
------------
151Abd. Rahman Shaleh, Op.Cit, 159-163
152Abdul Fattah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam,
(Bandung : CVDiponegoro, 1988), cet. ke 1, hlm.
168-175
153Sidi Gazalba, Azas
Agama Islam, (Jakarta : PT Bulan Bintang, 1985), cet. ke 2, hlm. 186
154Op.Cit, hlm. 2
46
Abuddin Nata dalam Akhlak Tasawuf
mengatakan bahwa “ Ciri-ciri insan kamil adalah sebagai berikut : Berfungi
akalnya secara optimal; Berfungsi intuisinya; Mampu menciptakan budaya;
Menghiasi diri dengan sifat-sifat Ketuhanan; Berakhlak mulia; dan berjiwa
seimbang “.155
Setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan
pasti bahwa Islam tidak absah tanpa iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan.
Sebaliknya, ihsan adalah mustahil tanpa iman, dan iman juga mustahil tanpa Islam.156
Sebuah teori dapat bertahan bila belum ada
teori lain yang membatalkan teori tersebut. Teori-teri itu akan tetap dikaji
melalui penelitian. Kemudian hasil penelitian diekspose melalui mass media dan
dimasukkan ke dalam kurikulum.
Zakiah
Daradjat dalam Metodologi Pengajaran Agama Islam menyebutkan bahwa “ Kurikulum
dalam pengertian mutakhir adalah semua kegiatan yang memberikan pengalaman
kepada siswa (anak didik) di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah, baik
di luar maupun didalam lingkungan dinding sekolah “.157
Esensi kurikulum ialah program. Bahkan
kurikulum ialah program. Kata ini memang terkenal dalam ilmu pendidikan.
Program apa ? Kurikulum ialah program dalam mencapai tujuan pendidikan.158
Menurut Hasan Langgulung kurikulum adalah “
sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga dan kesenian yang
disediakan oleh sekolah bagi murid-murid di dalam dan di luar sekolah dengan
maksud menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah
tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan “.159
------------
155Abuddin
Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Rajagrafindo, 2009), hlm. 164-266
156Atang
Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi
Studi Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2010), cet. ke 12, hlm. 150
157Zakiah
Daradjat, Op.Cit, hlm. 83
158A.
Tafsir, Op.Cit, hlm. 99
159Hasan
Langgulung, Op.Cit, hlm. 295
47
Sedangkan dalam Undang-undang RI Nomor
20 Tahun 2003 Bab I Pasal I ayat 19 menyebutkan bahwa “Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.160
S. Nasution mengatakan bahwa pendekatan
pengembangan kurikulum dengan menyusun pedoman kurikulum dan pedoman
instruksional bertujuan untuk meningkatkan mutu sekolah dan universitas dengan
meningkatkan efektivitas mengajar dengan melakukan hal-hal yang berikut :
1.
Menentukan kerangka umum kurikulum yang dapat disetujui bersama.
2.
Menetapkan standar minimal untuk tiap mata pelajaran atas persetujuan bersama,
agar tiap guru yang
mengajarkan mata pelajaran yang sama akan
berusaha mencapai standar minimal itu, bahkan bila
mungkin melebihinya.
3.Menyediakan
sumber belajar dan memanfaatkannya sepenuhnya.
4.
Membantu tenaga pengajar muda dalam merencanakan pelajaran dan dalam proses
belajar mengajar
agar dapat memenuhi standar yang
ditetapkan.
5.Menjamin
diadakannya revisi kurikulum secara teratur. 161
Dalam Petunjuk Teknis Pengembangan
Silabus Pendidikan Agama Islam disebutkan bahwa setiap mata pelajaran memiliki
karakteristik tertentu yang dapat membedakannya dengan mata pelajaran lain.
Adapun karakteristik mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sebagai
berikut :
1. Secara umum Pendidikan Agama Islam
merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang
terdapat dalam agama Islam. Ajaran-ajaran dasar tersebut terdapat dalam
al-Quran dan al-Hadis. Untuk kepentingan pendidikan, dengan melalui proses
ijtihad maka dikembangkan materi Pendidikan Agama Islam pada tingkat yang lebih
rinci.
2. Prinsip-prinsip dasar Pendidikan Agama
Islam tertuang dalam kerangka dasar ajaran Islam, yaitu akidah, syariah, dan
akhlak. Akidah merupakan penjabaran dari konsep iman, syariah merupakan
penjabaran dari konsep Islam, dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep
ihsan. Dari ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai kajian keislaman,
termasuk kajian yang terkait dengan ilmu dan teknologi serta seni dan budaya.
------------
160UU
RI No. 20 Tahun 2003, Op.Cit, hlm. 60
161S.
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006), cet. ke 4,
hlm. 13
48
3. Prinsip-prinsip dasar Pendidikan Agama
Islam tertuang dalam kerangka dasar ajaran Islam, yaitu akidah, syariah, dan
akhlak. Akidah merupakan penjabaran dari konsep iman, syariah merupakan
penjabaran dari konsep Islam, dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep
ihsan. Dari ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai kajian keislaman,
termasuk kajian yang terkait dengan ilmu dan teknologi serta seni dan budaya.
4. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam,
tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan
ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam menekankan keutuhan dan keterpaduan antara ranah kognitif, psikomotor,
dan afektifnya.
5. Tujuan diberikannya mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan
bertakwa kepada Allah Swt., memiliki pengetahuan yang luas tentang Islam dan
berakhlakul karimah. Oleh karena itu semua mata pelajaran hendaknya seiring dan
sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam.
6. Tujuan akhir dari mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMA adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak
mulis. Tujuan inilah yang sebenarnya merupakan misi utama diutusnya Nabi
Muhammad Saw. Dengan demikian, pendidikan akhlak adalah jiwa dari Pendidikan
Agama Islam. Mencapai akhlak yang karimah (mulia) adalah tujuan sebenarnya dari
pendidikan. Sejalan dengan tujuan ini maka semua mata pelajaran atau bidang
studi yang diajarkan kepada peserta didik haruslah
mengandung muatan pendidikan akhlak
dan setiap guru haruslah memperhatikan akhlak
atau tingkah laku peserta didiknya.162
Muhammad Abdul Qadir Ahmad mengatakan
bahwa penyajian bidang studi pendidikan agama harus menarik dan menyenangkan
siswa. Untuk itu kalau bisa hendaknya dilengkapi dengan alat peraga, seperti
papan tulis, gambar-gambar, kartu-kartu, grafik-grafik, sarana wudhu dan
shalat, peta manasik haji, tape recorder, film-film yang sesuai dengan fase
perkembangan anak.163
------------
162Depdiknas,
Op.Cit, hlm. ix
163Muhammad
Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran
Agama Islam, (Jakarta : PT Rineka
Cipta,
2008), cet. 1, hlm. 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar