1.
Bagian Ahli Waris
Bagian ahli waris yang telah
ditetapkan dalam Al-Qur’an ada enam yaitu :
a.
Orang-orang yang mendapat bagian
setengah :
1). Suami; 333 seorang
suami mendapatkan harta warisan seperdua dengan satu syarat yaitu apabila
muwarits (istri yang meninggal) tidak mempunyai ahli waris bunuwah (anak dan
turunannya terus ke bawah), baik dari suami tersebut atau dari suami yang lain.
Allah SWT berfirman sebagai berikut :
Artinya : ” Bagi kalian (para suami)
adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istri kalian, apabila
istri-istri kalian tidak meninggalkan anak ...”(Q.S An-Nisa:12)334
2).Seorang anak perempuan; 335 mendapat
setengah harta pusaka dengan dua syarat : tidak mewarisi bersama dengn
saudaranya yang mendapat ashobah yaitu anak laki-laki; anak perempuan itu harus
anak tunggal, hal ini berdasarkan firman Allah Swt. :
Artinya
: ” ... Bila anak perempuan itu sendirian, maka ia mendapat bagian waris seperdua
... ”. (Q.S An-Nisa : 11)336
------------
333Ibid, hlm. 111
334Loc.Cit
335Op.Cit, 112
336Loc.Cit
108
3).
Cucu perempuan dari anak laki-laki; mendapat
bagian seperdua dengan tiga syarat : cucu perempuan itu tidak bersama dengan
saudaranya yang mendapatkan ashobah, yaitu cucu laki-laki dari anak laki-laki;
cucu perempuan itu harus seorang diri; harus tidak ada seorang anak perempuan
atau anak laki-laki sekandung. Alasan kewarisan cucu perempuan dari anak
laki-laki berdasarkan dalil kewarisan anak perempuan itu sendiri, karena cucu
perempuan dari anak laki-laki dapat menempati kedudukan anak perempuan, jika
anak perempuan tidak ada.337
Allah
berfirman sebagai berikut :
Artinya : ”
.... Allah telah mensyariatkan bagi kalian tentang pembagian pusaka untuk
anak-anak kalian.... ”. (Q.S An-Nisa : 11)338
4). Saudara perempuan sekandung mendapat sebagian harta
pusaka;339 dengan tiga syarat yaitu : saudara perempuan sekandung
harus tidak bersamanya saudara mu’ashib (mendapat ashobah), yaitu saudara laki-laki sekandung;
harus sendirian; orang yang meninggal dunia harus tidak meninggalkan orang tua
atau anak keturunan.
Allah SWT berfirman
sebagai berikut :
Artinya : ”
Mereka meminta fatwa kepadamu (Muhammad). Katakanlah bahwa Allah menerangkan kepada kalian tentang kalalah,
yaitu jika seseorang meninggal dunia dan ia tidak mempunyai anak, ia hanya
mempunyai seorang saudara perempuan, maka bagi saudara perempuan itu bagian
warisnya adalah seperdua dari harta peninggalan orang yang mati ...”. (Q.S An-Nisa : 176) 340
----------------
337Op.Cit, hlm. 114
338Loc.Cit
339Op.Cit, hlm. 116
340Loc.Cit
109
5). Saudara perempuan seayah; 341 mendapat bagian separo harta Pusaka dengan
empat syarat : Tidak mewarisi dengan saudaranya yang mendapatkan ashobah, yaitu
saudara laki-laki seayah; seorang diri ; orang yang meninggal dunia tidak
mempunyai orang tua dan anak keturunan; si mayat tidak mempunyai saudara
perempuan sekandung.
Allah SWT
berfirman sebagai berikut :
Artinya : ” ... Apabila orang yang mati itu meninggalkan
saudara perempuan, maka saudara perempuan itu mendapat bagian seperdua ... ”.
(Q.S An-Nisa : 176)342
Dalam
Kompilasi Hukum Islam Bab III Pasal 176 menyebutkan bahwa : ”Anak perempuan
bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atu lebih mereka
bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan
bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua
berbanding satu dengan anak perempuan.343
Selanjutnya
dalam Pasal 179 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa : ”Duda mendapat
separoh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris
meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian.344
------------
341Op.Cit, hlm. 118
342Loc.Cit
343Op.Cit, hlm. 58
344Ibid, hlm. 59
110
b. Orang-orang yang berhak mendapatkan bagian seperempat
adalah sebagai berikut :
1). Suami; 345 mendapat
seperempat bagian apabila istri (yang meninggal) mempunyai anak atau cucu dari
anak laki-laki dan terus keturunan ke bawah, baik anak (keturunan) itu dari
suami tersebut atau suami yang lain.
Allah SWT berfirman sebagai
beriku :
Artinya
: ” ... Apabila istri kalian mempunyai anak, maka bagi kalian (para suami)
mendapat bagian warisan seperempat dari harta peninggalan istri kalian ...”.
(Q.S An-Nisa : 12) 346
2).
Istri ; 347
mendapat seperempat bagian apabila suami (yang
meninggal) tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dan terus ke
bawah, baik dari istri tersebut atau istri yang lain.
Allah SWT berfirman sebagai
berikut :
Artinya
: ” ... dan bagi mereka (istri-istri) mendapat bagian seperempat dari harta
peninggalan kalian apabila kalian (suami yang meninggal dunia) tidak mempunyai
anak ...”. (Q.S An-Nisa : 12)348
------------
345Op.Cit,
hlm. 121
346Loc.Cit
347Op.Cit,
hlm. 122
348Loc.Cit
111
Dalam
Kompilasi Hukum Islam Pasal 180 menyebutkan bahwa : ”Janda mendapat seperempat
bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak
maka janda mendapat seperdelapan.349
c. Orang-orang yang mendapat bagian
seperdelapan
Bagian
seperdelapan ini, hanya bagi seorang atau beberapa orang istri; 350 apabila suami (yang meninggal dunia) mempunyai
anak atau cucu dari anak laki-laki dan seterusnya, baik keturunan itu dari
istri tersebut atau dari istri yang lain.
Allah SWT
berfirman sebagai berikut :
Artinya
: ” .... apabila kalian (para suami) mempunyai anak, maka istri-istri kalian
mendapat seperdelapan dari harta yang kalian tinggalkan setelah memenuhi wasiat
dan melunasi hutang ....”. (Q.S
An-Nisa : 12)351
d. Orang-orang yang berhak
mendapatkan bagian dua pertiga harta pusaka
1). Dua orang anak perempuan sekandung atau lebih; 352 apabila mereka tidak bersama dengan
saudaranya yang menerima ashobah (anak laki-laki si mayat).
------------
349Op.Cit,
hlm.
59
350Op.Cit,
hlm. 125
351Loc.Cit
352Op.Cit,
hlm. 129
112
Allah SWT berfirman sebagai berikut :
Artinya
: ” ... apabila anak perempuan itu dua orang atau lebih, maka mereka mendapat
bagian waris dua pertiga dari harta peninggalan ...”. (Q.S An-Nisa : 11)353
2). Dua orang cucu perempuan atau lebih dari
anak laki-laki; 354 mendapat dua
pertiga dengan syarat : orang yang meninggal dunia tidak mempunyai anak, baik
anak laki-laki maupun anak perempuan; tidak bersama dengan dua orang anak
perempuan; tidak ada mu’ashib (yang mendapat ashobah), yaitu cucu laki-laki
dari anak laki-laki yang satu derajat dengan mereka.
Begitu juga hukum waris cicit perempuan dari cucu laki-laki dari anak
laki-laki dan seterusnya ke bawah (asal dihubungkan oleh keturunan laki-laki).
Hanya saja cucu terhalang untuk mendapatkan waris apabila terdapat anak
laki-laki, juga cicit terhalang oleh cucu laki-laki.
Kewarisan
mereka (keturunan), berdasarkan ijma’, bahwa cucu dari anak laki-laki dapat
menduduki tempat anak laki-laki, apabila anak laki-laki tidak ada.
Allah SWT berfirman sebagai berikut :
-------------
353Loc.Cit
354Op.Cit, hlm. 135
113
Artinya
: ” Allah telah mewasiatkan kepada kalian tentang pembagian pusaka untuk
anak-anak kalian, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua orang
anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua orang maka
bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu
hanya seorang saja, maka mereka memperoleh separo harta …”. (Q.S An-Nisa : 11) 355
Pengertian
firman Allah ’Yuushiikumullaahu fii aulaadikum’
meliputi pula cucu dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah (asal
dihubungkan oleh keturunan laki-laki).
3). Dua orang
saudara perempuan sekandung atau lebih; 356 mewarisi dua pertiga dengan syarat :
tidak ada anak laki-laki atau anak perempuan, tidak ada ayah atau kakek terus
ke atas, yaitu si mayat tidak mempunyai orang tua dan keturunan; tidak
mempunyai saudara mu’ashib (golongan ashobah), yakni saudara laki-laki
sekandung; tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, seorang
atau lebih.
Allah
Swt. berfirman sebagai berikut :
Artinya : ” …
apabila saudara perempuan itu dua orang, maka mereka mendapat bagian dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan, ...”. (Q.S An-Nisa : 176)357
4). Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih; 358 mendapat dua pertiga dengan syarat :
tidak ada anak laki-laki, ayah atau kakek (orang tua atau keturunan); tidak
mempunyai saudara mu’ashib, yaitu saudara laki-laki seayah; tidak ada anak
perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, atau saudara laki-laki
sekandung dan saudara perempuan sekandung.
------------
355Loc.Cit
356Op.Cit, hlm. 140
357Loc.Cit
358Op.Cit, hlm. 144
114
Dasar
kewarisan mereka adalah ijma’ ulama, yakni dalam menafsirkan ayat yang
menetapkan kewarisan saudara perempuan sekandung meliputi pula saudara perempuan seayah, sedangkan saudara perempuan seibu tidak
tercakup dalam ayat tersebut.
Allah Swt. berfirman sebagai berikut :
Artinya ” .... apabila saudara perempuan itu
dua orang, maka mereka mendapat bagian dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan, ...”. (Q.S An-Nisa : 176) 359
e. Orang-orang
yang berhak mendapat sepertiga bagian harta pusaka
1). Ibu; 360 mendapat sepertiga dengan dua syarat yaitu : orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan cucu dari anak laki-laki dan seterusnya;
orang yang meninggal tidak mempunyai saudara-saudara laki-laki atau
saudara-saudara perempuan dua orang atau lebih, baik saudara-saudara sekandung,
seayah atau seibu, baik laki-laki atau perempuan, baik mereka mendapat waris
atau terhalang.
Allah SWT berfirman sebagai berikut :
Artinya : ” ... Jika orang yang
meninggal itu tidak mempunyai anak, sedangkan yang menjadi ahli warisnya itu kedua orang tuanya,
maka ibu mendapatkan sepertiga ...”. (Q.S An-Nisa : 11)361
------------
359Loc.Cit
360Op.Cit, hlm. 153
361Loc.Cit
115
2). Saudara-saudara laki-laki dan saudara-saudara
perempuan seibu; 362 dua orang atau lebih mendapat sepertiga dengan
syarat yaitu : tidak ada orang tua atau anak keturunan, dan itulah yang
dimaksud lafadz kalalah; jumlah mereka dua orang atau lebih, baik laki-laki
ataupun perempuan atau campuran di antara keduanya.
Allah SWT
berfirman sebagai berikut :
Artinya
: ” ... Jika seseorang mati baik laki-laki atau perempuan yang tidak
meninggalkan ayah atau keturunan (kalalah), tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibu) atau saudara perempuan (seibu) saja, maka masing-masing dari
kedua jenis saudara itu mendapat seperenam dari harta waris. Tetapi jika
saudara-saudara seibu itu lebih dari dua orang, maka mereka bersekutu dalam
sepertiga itu sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudharat
(kepada ahli waris)...”. (Q.S An-Nisa : 12) 363
f. Orang-orang
yang berhak mendapat seperenam bagian harta pusaka
1). Ayah; 364 mendapat
seperenam apabila orang yang meninggal dunia (anaknya) mempunyai anak
keturunan, baik laki-laki maupun perempuan.
------------
362Op.Cit, hlm. 159
363Loc.Cit
364Op.Cit, hlm. 166
116
Allah Swt. berfirman sebagai berikut :
Artinya : ”...
Bagi kedua orang tua, masing-masing mendapat bagian seperenam dari harta
pusaka, apabila orang yang meninggal (anaknya) meninggalkan anak ...”. (Q.S
An-Nisa : 11) 365
2). Ibu; 366 mendapat seperenam dengan dua syarat : orang yang
meninggal dunia mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki (keturunan); orang
yang meninggal dunia mempunyai beberapa orang saudara (dua atau lebih) baik
mereka terdiri atas laki-laki semua atau semuanya perempuan atau campuran
(laki-laki dan perempuan) baik mereka itu jihat sekandung, seayah atau seibu.
Allah Swt. berfirman :
Artinya :
”....bagi ayah dan ibu masing-masing mendapat seperenam dari harta pusaka jika
orang yang mati meninggalkan anak (keturunan)...”. (Q.S An-Nisa : 11)367
Allah
Swt. berfirman sebagai berikut :
Š
Artinya : ” ...
apabila orang yang meninggal dunia itu mempunyai saudara-saudara, maka ibu
mendapat bagian seperenam setelah memenuhi wasiyat dan membayar hutang-hutangnya...”.
(Q.S An-Nisa : 11)368
------------
364Loc.Cit
365Op.Cit, hlm. 166
367Loc.Cit
368Ibid
117
3). Kakek
shahih (ayahnya ayah dan terus ke atas); 369 mendapat seperenam apabila orang yang
meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dan terus ke bawah,
dengan syarat tidak ada ayah (dari orang yang meninggal), dengan demikian
status kakek dapat menempati kedudukan ayah, apabila ayah telah tiada.
Allah berfirman sebagai berikut :
Artinya : ” ...
Bagi kedua orang tua, masing-masing mendapat bagian seperenam dari harta
pusaka, apabila orang yang meninggal (anaknya) meninggalkan anak ...”. (Q.S
An-Nisa : 11)370
4). Cucu perempuan dari fihak anak laki-laki; 371 bila bersama seorang anak perempuan.
Rasulullah Saw. bersabda
sebagai berikut :
قضى النبي صلى الله عليه وسلم السدس لبنت الابن
مع بنت الصلب . رواه البخارى
Artinya : ”
Nabi saw. telah memberikan seperenam untuk seorang anak perempuan dari anak
laki-laki ( cucu ) yang beserta seorang anak perempuan ” (H.R. Bukhori)372
5). Saudara perempuan yang sebapak saja,373 mendapat seperenam sendiri atau berbilang bila
bersama dengan saudara perempuan sekandunng. Apabila saudara perempuan
sekandung berbilang, maka saudara seibu saja tidak mendapat, berdasarkan ijma’
ulama.
-----------
369Op.Cit, hlm. 171
370Loc.Cit
371Op.Cit, hlm. 175
372Op.Cit, hlm.
373Op.Cit, hlm. 178
118
6). Saudara laki-laki atau perempuan yang seibu; 374 mendapat seperenam harta pusaka apabila hanya seorang.
Allah
Swt. berfirman :
Artinya : Dan
apabila si mayat mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta ...”. (Q.S An-Nisa : 12)375
7). Nenek; 376 mendapat seperenam bagian bila tidak ada ibu.
Rasulullah
saw. Bersabda sebagai berikut :
ان النبي صلى الله علي وسلم جعل للجدة السدس
Artinya : ” Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah menetapkan
untuk pembagian pusaka nenek seperenam ”.377
2. Ashobah
Ashobah adalah jama’ dari ’aashib,
seperti halnya thalabah adalah jama’ dari thaalib. Ashobah ini ialah anak turun
dan kerabat seorang laki-laki dari fihak ayah. Mereka dinamakan ’ashobah karena
kuatnya ikatan antara sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Jadi yang
dimaksud ’ashobah ialah mereka yangh mendapatkan sisa sesudah ashhabul furudh
mengambil bagian-bagian yang ditentukan bagi mereka.378
------------
374Op.Cit, hlm. 181
375Loc.Cit
376Op.Cit, hlm. 184
377Op.Cit, hlm. 481
378Op.Cit, hlm. 259
119
Ibnu Abbas berpendapat bahwa apabila mayit meninggalkan seorang anak
perempuan, seorang saudara perempuan dan seorang saudara laki-laki, maka bagian
dari anak perempuan itu separoh, dan sisanya untuk saudara laki-laki, sedang
saudara perempuan tidak mendapat apa-apa ”.379
Rasulullah
saw. bersabda sebagai berikut :
الحقوا الفرائض
باهلها فما بقي فلاولى رجل ذكر . متفق عليه
Artinya : ” Berikanlah
bagian-bagian yang telah ditentukan itu kepada pemiliknya yang
berhak menurut
nash; dan apa yang tersisa maka berikanlah kepada ’ashobah laki-laki yang
terdekat kepada si mayat ”.(H.R Bukhori dan Muslim)380
Ashobah dibagi dua macam yaitu :
’ashobah nasabiyah dan ’ashobah sababiyah. Ashobah nasabiyah terdiri dari tiga
golongan yaitu : ’ashobah bi nafsih, ’ashobah bi ghairih dan ’ashobah ma’a
ghairih ”.381
a. Ashobah
bi nafsih yaitu :
1). Anak laki-laki
2). Anak laki-laki dari anak laki-laki
3). Bapak
4). Bapak dari bapak (kakek dari fihak bapak)
5). Saudara laki-laki seibu sebapak
6). Saudara laki-laki yang sebapak
7). Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu
sebapak
8). Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak
9). Paman fihak bapak (saudara bapak) seibu sebapak kemudian yang sebapak
10). Anak laki-laki dari paman fihak bapak
11). Orang yang memerdekakannya (memerdekakan mayat).382
------------
379Op.Cit, hlm. 260
380Op.Cit, hlm. 621
381Op.Cit, hlm. 85
382Op.Cit, hlm. 252-253
120
Ashobah bi nafsih ialah semua orang
laki-laki yang nasabnya dengan si mayat tidak diselingi oleh perempuan. Ada
empat golongan yaitu : bunuwah (keanakan), dan dinamakan juz-ul mayyit; ubuwah
(keayahan) dan dinamakan ashlul mayyit; ukhuwah (kesaudaraan) dan dinamakan
juz-ul abiih; umumah (kepamanan) dan dinamakan juz-ul jadd ”.383
Allah SWT berfirman sebagai berikut :
Artinya : ” ... Masing-masing ayah dan
ibu mendapat bagian seperenam dari harta yang ditinggalkan apabila yang mati
meninggalkan anak, apabila orang yang mati itu tidak meninggalkan anak, maka ia
(tirkah) diwrisi oleh bapak dan ibunya. Ibunya mendapatkan bagian sepertiga
(sisanya untuk ayah) ..”. (Q.S An-Nisa : 11)384
Pada ayat yang lain Allah berfirman :
Artinya : ” ... Jika seseorang mati dan ia
tidak mempunyai anak, tapi ia mempunyai saudara perempuan, maka saudara
perempuan itu mendapat seperdua dari harta pusaka, sedangkan saudara
laki-lakinya mendapat warisan (semua harta) apabila orang yang meninggal itu
tidak mempunyai anak ..”. (Q.S An-Nisa : 176)385
------------
383Op.Cit, hlm. 85-86
384Loc.Cit
385Loc.Cit
121
a.
Ashobah bi al-ghoir
Yaitu terbawanya orang-orang (wanita) ke
dalam golongan ashobah disebabkan adanya ahli waris lain yang sama derajatnya
dari golongan ahli waris yang mempunyai hak ashobah bin-nafsih.386
Orang-orang yang termasuk ke dalam golongan ashobah
bil-ghair secara ringkas terdiri atas empat golongan ahli waris, yang kesemuanya
perempuan. Mereka adalah :
1). Anak perempuan terbawa ke dalam golongan ’ashobah
bersama dengan saudaranya yaitu anak laki-laki.
2). Cucu perempuan dari anak laki-laki mendapat ashobah
bersama saudaranya atau bersama anak laki-laki pamannya yaitu cucu laki-laki
dari anak laki-laki si mayat, baik satu derajat atau lebih rendah. Hal ini
apabila tidak mendapat waris kecuali jalan ashobah bi al-ghair.
3). Saudara perempuan sekandung terbawa ke dalam golongan
ashobah apabila ia mewarisi bersama saudara laki-laki sekandung.
4). Saudara perempuan seayah terbawa ke dalam golongan
ashobah apabila ia mewarisi bersama saudara laki-laki seayah. Dengan demikian
mereka mendapat ashobah bersama saudara laki-lakinya. 387
Adapun pembagiannya sesuai dengan
ketentuan nash yaitu bagi laki-laki sama
dengan dua bagian wanita.
Sebagaimana Allah berfirman sebagai berikut :
Artinya : ”
Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu
bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan...
”. (Q.S An-Nisa : 11)388
------------
386Op.Cit, hlm. 91
387Ibid
388Loc.Cit
122
Pada ayat yang lain Allah SWT berfirman :
Artinya : ” ...
Apabila orang yang mati itu mempunyai saudara laki-laki dan saudara perempuan,
maka bagian seorang laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan ...”. (Q.S
An-Nisa : 176)389
b.
Ashobah ma’a al-ghair
Ialah setiap perempuan yang memerlukan
perempuan lain untuk menjadi ashobah. Ada dua golongan yaitu :
1). Saudara perempuan sekandung atau saudara-saudara
perempuan sekandung bersama dengan anak perempuan atau anak perempuan dari anak
laki-laki.
2). Saudara perempuan seayah atau saudara-saudara
perempuan seayah bersam dengan anak perempuan atau anak perempuan dari anak
laki-laki, mereka mendapatkan sisa dari peninggalan sesudah furudh. 390
Rasulullah Saw. bersabda sebagai berikut :
لااقضين فيها بقضاء رسول الله صلى الله عليه وسلم للبنت النصف ولبنت الابن السدس
تكملة
للثلثين
وما بقى فهو الاخت ... (الحديث )
Artinya : ” Akan saya putuskan sebagaimana
keputusan Rasulullah Saw. : ” Bagi anak perempuan mendapat seperdua, bagi cucu
perempuan dari anak laki-laki mendapat bagian seperenam sebagai penyempurna
bagian dua pertiga, dan sisanya untuk saudara perempuan ...”. (Al-Hadits)391
------------
389 Loc.Cit
390Op.Cit, hlm. 94
391Op.Cit, hlm. 95
123
1.
Hijab
Menurut bahasa hijab berarti mencegah
dan menghalangi. Yakni seseorang yang mencegah orang lain dari warisan.
Sedangkan mahjub ialah seseorang yang dicegah menerima warisan. Menurut istilah
ialah mencegah para ahli waris dari harta warisan, baik keseluruhannya atau
sebagian karena terdapat orang yang lebih utama untuk memperoleh warisan ”.392
Hijab dibagi kepada dua bagian yaitu :
hijab bi al-washfi (hijab sebab sifat) dan hijab bi asy-syakhshi (hijab karena
ada seseorang).
a. Hijab bi al-washfi (hijab sebab sifat) yakni menghijab dari semua harta
warisan karena ada sifat yang terdapat pada ahli waris yang dapat menghalangi
dari warisan. Contohnya : ahli waris membunuh muwaris, kafir atau murtad.
b. Hijab bisy-syakhshi yakni terdapatnya seseorang yang lebih berhak menerima
waris daripada yang lain, oleh karena itu ia mencegah orang lain dari wrisan.
Hijab ini terbagi dua macam :
1). Hijab hirman, yakni menghijab dari semua harta waris
karena terdapat ahli wris lain yang lebih berhak. Seperti terhijabnya kakek
karena adanya bapak, terhijabnya cucu karena adanya anak laki-laki, terhijabnya
saudara laki-laki seayah karena adanya saudara laki-laki sekandung, terhijabnya
nenek karena adanya ibu.
2). Hijab nuqshon yakni ahli waris yang berhak menerima
harta waris sebagai ashhabul furudh, tapi ia tidak mendapatkan bagiannya secara
maksimal, melainkan yang minimal karena ada ahli waris lain. Seperti
terhijabnya ibu dari bagian sepertiga menjadi seperenam karena orang yang mati
mempunyai anak keturunan yang menjadi ahli waris. Demikian pula terhijabnya
suami dari bagian setengah menjadi seperempat dan terhijabnya istri dari bagian
sepeeempat menjadi seperdelapan disebabkan orang yang mati meninggalkan
keturunan. 393
------------
392Op.Cit, hlm. 103
393Ibid, hlm. 104-105
124
2. Cara Menghitung Waris
Dalam mengurutkan atau menghitung furudh
muqaddaroh (bagian yang telah ditentukan secara syar’i untuk ahli waris
tertentu) , para ulama mempunyai dua metode, yaitu tadalliy (menurun) dan taraqqiy
(menaik). Adapun yang dimaksud dengan tadalliy adalah menyebutkan fardh
paling atas terlebih dahulu, lalu turun ke fardh yang lebih rendah. Sedangkan
taraqqiy adalah menyebutkan fard yang rendah terlebih dahulu, lalu terus ke
atas.394
Dari kedua metode tersebut di
atas (tadalliy dan taraqqiy) terdapat metode yang lebih ringkas, yakni metode
tawassuth (menengah), yaitu dngan menyebutkan bagian fard yang tengah lebih
dahulu, lalu menaik dan menurun. Kemudian ada furudul muqaddaroh 1/3 sisa untuk
kakek dan ibu, yang disebut masalah ’umariyatain dan gharrawain.395
Contoh masalah pertama :
Seorang perempuan meninggal, ahli waris:
suami, ibu dan ayah. Suami mendapat ½ , ibu mendapat 1/3 dari sisa tirkah,
yaitu sepertiga dari seperdua tirkah, setelah diambil bagian suami. Sisanya
untuk ayah dengan jalan ashobah. Alasan bila ibu mendapat 1/3 dari harta, maka
bagian ibu dua kali bagian ayah. Bila ibu mengambil bagian 1/3 sisa maka bgian
ayah dua kali bagian ibu dan ini prinsip waris yang telah disepakati bahwa
bagian laki-laki dua kali bagian perempuan.396
------------
394Komite Fakultas Syari’ah
al-Azhar, Op.Cit, hlm. 108
395Ibid, hlm. 109
396Muhammad Ali as-Shibuni, Op.Cit,
hlm. 72
125
|
|
6
|
|
1/2
|
Suami
|
3
|
Suami mendapat 3 dari asal
masalah 6, yaitu sebagai
Ash-habul furudh yang
mendapat setengah
|
1/3
sisa
|
Ibu
|
1
|
Ibu mendapat 1 dari asal
masalah 6
|
Ashobah
|
Ayah
|
2
|
Ayah mendapat sisanya 2 dari
asal masalah 6, yaitu 1/3
|
Contoh masalah kedua :
Seorang laki-laki mati, ahli waris :
istri, ibu dan ayah. Istri mendapat seperempat, ibu mendapat sepertiga sisa dan
ayah mendapat sisa.397
|
|
4
|
|
¼
|
Istri
|
1
|
Istri mendapat bagian sebagai
ash-habul furudh 1 dari asal masalah 4
|
1/3 sisa
|
Ibu
|
1
|
Ibu mendapat sepertiga sisa,
yaitu 1 dari asal masalah 4
|
Ashabah
|
Ayah
|
2
|
Ayah mendapat sisa 2 dari
asal masalah 4
|
Menghitung warits dapat dilakukan
dengan cara mencari asal masalah dan dapat pula dikalikan langsung dengan
bagian-bagian yang telah ditetapkan bagi para ahli warits yang berhak
menerimanya. Asal masalah adalah suatu bilangan bebas : 2, 4, 6, 8 12, 24, 72 yang
dipergunakan untuk mempermudah perkalian agar tidak terjadi pecahan.
------------
397 Ibid, hlm. 73
126
Muhammad Ali as-Shibuni menyebutkan
bahwa mengetahui asal masalah, oleh para ahli fiqih dan ahli fara’idh dinamakan
at-Ta’shil, artinya mengetahui asal masalah, dengan maksud untuk memperoleh
angka kelipatan terkecil yang dapat mengeluarkan saham masing-masing ahli waris
tanpa menimbulkan pecahan.398
Kaidah-kaidah untuk mengetahui asal masalah
:
a.
Apabila bagian seperdua dari macam pertama (golongan
ashobah semua, asal masalah diambil dari bilangan ahli waris) bercampur dengan
macam yng kedua (furudhnya sama, asal masalah diambil dari makhraj / sebutannya
ash-habul furudh tersebut), baik semua atau sebagian, maka asal masalah diambil
dari enam.
b.
Apabila seperempat dari macam pertama bercampur dengan
macam yang kedua baik semua atau sebagian, maka asal masalah diambil dari 12.
c.
Apabila 1/8 dari macam yang pertama bercampur dengan
macam yang kedua, baik semua atau sebagian, maka asal masalah diambil dari 24.399
a.
Kelompok Persekutuan Kecil (KPK)
1). Seorang Isteri meninggal, ahli warisnya : Suami,
Ayah, Ibu dan seorang anak laki-laki. Harta warisnya sebesar : Rp 72.000.000,-
Asal
Masalah : 12
Suami : ¼ x
12 = 3 =
3/12 x Rp 72.000.000 = Rp 18.000.000
Ayah : 1/6 x
12 = 2 = 2/12
x Rp 72.000.000 = Rp 12.000.000
Ibu : 1/6 x
12 = 2 = 2/12
x Rp 72.000.000 = Rp 12.000.000
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Jumlah 7 = Rp 42.000.000
Sisa
5 = Rp 30.000.000
Anak Laki-laki 5/12
x Rp 72.000.000 = Rp 30.000.000
------------
398Ibid, hlm. 157
399Ibid, hlm. 159
127
2). Seorang Istri meninggal, ahli warisnya : Suami, Ayah,
Ibu, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Hartanya Rp 72.000.000
Asal Masalah : 12
Suami : ¼ x
12 = 3
= 3/12 x Rp
72.000.000 = Rp 18.000.000
Ayah : 1/6 x 12
= 2 = 2/12
x Rp 72.000.000 = Rp
12.000.000
Ibu : 1/6 x 12
= 2 = 2/12
x Rp 72.000.000 = Rp
12.000.000
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Jumlah
= 7
Rp 42.000.000
Sisa =
5
Rp 30.000.000
Anak
laki-laki dan anak perempuan termasuk ashobah bi al-ghoirih. Ketentuan untuk
anak laki-laki mendapat dua bagian dan anak perempuan satu bagian. Karena sisa
asal masalah 5 dan masih terjadi pecahan jika akan dikalikan dengan jumlah
bagian anak laki-laki dan anak perempuan. Maka asal masalah yang semula 12
dinaikkan menjadi 36.
Suami : ¼ x 36
: 9 = 9/36 x
Rp 72.000.000 = Rp 18.000.000
Ayah : 1/6 x
36 : 6 = 6/36
x Rp 72.000.000 = Rp
12.000.000
Ibu : 1/6 x
36 : 6 = 6/36
x Rp 72.000.000 = Rp
12.000.000
Anak laki-laki : 2/3 x
15 : 10 = 10/15 x
Rp 30.000.000 = Rp 20.000.000
Anak Perempuan : 1/3 x 15
: 5 = 5/15
x Rp 30.000.000 = Rp
10.000.000
Arti dalam
kaidah ilmu berhitung tersebut, umpamanya penyebut dan pembilang. Dalam1/3,
angka 3 (yang dibawah) dinamakan “penyebut” dan angka 1 (yang di atas) dnamakan
“pembilang”. Dalam angka “2-3-6”, angka 6 dari ketiga angka ini dinamakan
“kelipatan prsekutuan terkecil” bagi ketiga angka tersebut.400
------------
400Sulaiman Rasjid, Op.Cit, hlm. 366
128
b.
Kelipatan
Perskutuan Tertinggi (KPT) / al-’Aul
Dalam
Kompilasi Hukum Islam Bab IV Pasal 192 tentang Aul dan Rad menyatakan bahwa : ”
Apabila dalam pembagian harta warisan diantara para ahli waris Dzawil furudh
menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka
penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta
warisan dibagi secara aul menurut angka pembilang.401
Masalah ’Aul
terjadi karena jumlah furudh dari beberapa orang ahli waris yang terkelompok
pada satu kasus ternyata melebihi harta yang ada. Artinya harta yang ada tidak mencukupi untuk
memenuhi semua furudh tersebut. 402
Bila ’aul dari 6 menjadi 8 dinamakan Mubahalah. Bila 6
menjadi 9 dinamakan Gharra’. Bila 6 menjadi 10 dinamakan Ummu al-furukh. Bila
12 menjadi 17 dinamakan Ummu al-aramil. Bila 24 menjadi 27 dinamakan
Minbariyah.403
Contoh masalah Mubahalah
Seseorang meninggal, ahli waris : suami, saudara
perempuan dan ibu. Suami mendapat ½, saudara perempuan ½ dan ibu 1/3. Asal
masalah 6.
Ahli waris
|
Furudh
|
Asal masalah 6
|
’Aul
|
Suami
Saudara perempuan
Ibu
|
½
½
1/3
|
3
3
2
|
3/8 x harta
3/8 x harta
2/8 x harta
|
Jumlah
|
|
8
|
|
------------
401Kompilasi
Hukum Islam, Op.Cit, hlm. 61- 62
402Amir Syarifuddin, Op.Cit, hlm. 98
403Ibid, hlm. 101 – 103
129
Masalah Gharra’
Sesorang meninggal, ahli waris : suami, saudara perempuan
kandung, saudara perempuan seayah, dan 3 orang saudara seibu. Suami mendapat ½,
saudara perempuan kandung mendapat ½, saudara seayah mendapat 1/6, dan 3 orang
saudara seibu mendapat 1/3. Asal masalah 6.
Ahli waris
|
Furudh
|
Asal masalah 6
|
’Aul
|
Suami
Saudara perempuan
kandung
Saudara perempuan
seayah
3 orang saudara
seibu
|
½
½
1/6
1/3
|
3
3
1
2
|
3/9 x harta
3/9 x harta
1/9 x harta
2/9 x harta
|
|
|
9
|
|
Masalah Ummu al-furukh
Seseorang meninggal ahli wari : suami, ibu, 2 orang
saudara kandung, dan 2 orang saudara seibu. Suami mendapat ½, ibu mendapat 1/6,
2 orang saudara kandung 2/3, dan 2 orang saudara seibu mendapat 1/3. Asal
masalah 6.
Ahli waris
|
Furudh
|
Asal masalah 6
|
’Aul
|
Suami
Ibu
2 Saudara
perempuan kandung
3 orang saudara
seibu
|
½
1/6
2/3
1/3
|
3
1
4
2
|
3/10 x harta
1/10 x harta
4/10 x harta : 2
2/10 x harta
|
|
|
10
|
|
130
Masalah Ummu al-aramil
Seseorang meninggal, ahli waris : Istri, 2 saudara
perempuan kandung, 2 saudara seibu, dan ibu. Istri mendapat ¼, 2 saudara
perempuan kandung mendapat 2/3, 2 saudara seibu mendapat 1/3, dan ibu mendapat
1/6. Asal masalah 12.
Ahli waris
|
Furudh
|
Asal masalah 12
|
’Aul
|
Istri
2 saudara
perempuan kandung
2 saudara seibu
Ibu
|
¼
2/3
1/3
1/6
|
3
8
4
2
|
3/17 x harta
8/17 x harta
4/17 x harta
2/17 x harta
|
|
|
17
|
|
Masalah Minbariyah
Seseorang meninggal, ahli waris : Istri, 2 anak
perempuan, ayah, dan ibu. Istri mendapat 1/8, 2 anak perempuan mendapat 2/3,
ayah mendapat 1/6, dan ibu mendapat 1/6. Asal masalah 24.
Ahli waris
|
Furudh
|
Asal masalah 24
|
’Aul
|
Istri
2 anak perempuan
Ayah
Ibu
|
1/8
2/3
1/6
1/6
|
3
16
4
4
|
3/27 x harta
16/27 x harta
4/27 x harta
4/27 x harta
|
|
|
27
|
|
131
c.
Rad
Menurut bahasa rad adalah : al-’Audu
(pulang), ar-Ruju’u (kembali), dan ash-Sharfu (berpaling). 404 Menurut istilah rad adalah
berkurangnya asal masalah dan betambahnya nilai saham dari yang telh
ditentukan. 405
Dalam
Kompilasi Hukum Islam Pasal 193 menyatakan bahwa : ”Apabila dalam pembagian
harta warisan diantara para ahli waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka
pembilang lebih kecil daripada angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris
asobah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu
sesuai dengan hak masing-masing ahli waris, sedang sisanya dibagi secara
berimbang diantara mereka.406
Masalah radd timbul karena adanya sisa
harta sesudah dibagikan kepada dzawil furudh sedangkan ahli waris yang berhak
atas sisa harta tidak ada. Semua sisa harta yang ada dikembalikan kepada ahli
waris furudh yang ada berdasarkan kadar furudh masing-masing.407
Orang
yang mendapat Rad adalah sebagai berikut :
1). Anak perempuan
2). Cucu perempuan
3). Saudara perempuan sekandung
4). Saudara perempuan sebapak
5). Ibu
6). Nenek shahihah
7). Saudara laki-laki seibu
8). Saudara perempuan seibu. 408
-------------
404Muhammad Ali as-Shibuni, Op.Cit, hlm. 147
405Ibid, hlm. 148
406KHI, Op.Cit, hlm. 62
407Amir Syarifuddin, Op.Cit, hlm. 107
408Muhammad Ali as-Shibuni, Op.Cit, hlm. 149
132
a). Ahli waris : Ibu, seorang anak perempuan.
Hartanya Rp 40.000.000
Asal Masalah 6
Ibu = 1/6 x
6 = 1
Anak Perempuan =
½ x
6 = 3
Asal masalah
= 4
Ibu = ¼ x
Rp 40.000.000 = Rp 10.000.000
Anak Perempuan =
¾ x
Rp 40.000.000 = Rp 30.000.000
b). Ahli waris : nenek dan 2 orang saudara perempuan
seibu. Nenek mendapat seperenam (1/6) dan 2 orang saudara perempuan seibu
mendapat 1/3. Hartanya Rp 6.000.000
Asal Masalah 6
Nenek = 1/6 x 6 = 1
2 Saudara perempuan
seibu = 1/3 x 6 = 2
Asal Masalah 3
Ibu = 1/3
x 3 = 1
2 Saudara perempuan seibu = 2/3 x 3 = 2
Nenek = 1/3 x
6.000.000 = Rp 2.000.000
2
Saudara perempuan seibu = 2/3 x 6.000.000 = Rp 4.000.000 : 2 = Rp
2.000.000
c). Ahli waris : Ibu dan sorang anak perempuan. Ibu
mendapat 1/6 bagian dan seorang anak perempuan mendapat ½ bagian. Hartanya Rp
12.000.000
Asal Masalah 6
Ibu = 1/6 x 6 = 1
Anak perempuan = ½
x 6 = 3
Asal Masalah 4
Ibu = ¼ x 12.000.000 = Rp 3.000.000
Anak perempuan = ¾
x 12.000.000 = Rp 9.000.000
133
A.
Teknik Kompetisi
Secara
teknis, metode pendidikan Islam menurut Abdul Mujib direalisasikan dalam teknik
pendidikan Islam yaitu :
1. Teknik
periklanan (al ikhbariyah) dan teknik pertemuan, terdiri dari :
a. Teknik ceramah (al mau’idhah)
b. Teknik tulisan (al khathah)
2. Teknik dialog
(hiwar), terdiri dari :
a. Teknik bertanya jawab (al asilah wal
ajwibah)
b. Teknik diskusi (al niqasy)
c. Teknik bantah membantah (al mujadilah)
d. Teknik brain stroming (sambung saran)
3. Teknik
berceritera
4. Teknik
metafora (al amtsal), terdiri dari :
a. Teknik simbolisme verba
b. Teknik karyawisata
5. Teknik
imitasi (al qudwah), terdiri dari :
a. Teknik uswatun hasanah
b. Teknik demonstrasi dan dramatisasi (al
tathbiq)
c. Teknik permainan dan simulasi (game and
simulation)
6. Teknik drill
(al muwarrosah al awwal), terdiri dari :
a. Teknik inquiry (kerja kelompok)
b. Teknik discovery (penemukan), teknik
macro teaching.
c. Teknik modul belajar
d. Teknik belajar mandiri
134
7. Teknik ibrah,
terdiri dari :
a. Teknik eksperimen
b. Teknik penyajian kerja lapangan
c. Teknik penyajian secara khusus
d. Teknik penyajian non directive
8. Teknik
pemberian janji dan ancaman (targhib dan tarhib), terdiri dari :
a. Teknik pemberian bimbingan dan ampunan
b. Teknik pemberian motivasi dan peringatan
(al tasywiq wa al tandzir)
c. Teknik anugrah dan hukuman (shawab wal
‘iqab)
9. Teknik
perlombaan (al mustabaqah), terdiri dari :
a. Teknik imla’ (dikte)
b.
Teknik muhadatsah (percakapan)
c. Teknik insya thariry (mengarang)
d. Teknik mahfudhah (menghafal)
e. Teknik qawaid (teknik penyajian
berdasarkan qawaid). 409
Teknik musabaqah adalah teknik yang
dilakukan dengan cara memberikan pelajaran kepada peserta didik melalui upaya
yang bersifat kompetisi antara peserta didik satu dengan peserta didik lainnya.
Bentuk teknik ini dapat berupa olah fikir (seperti cerdas cermat, cepat tepat),
olah tulis (membuat karya ilmiah, resensi buku, melukis, menggambar), dan
olahraga (membuat keterampilan tertentu).410
Teknik ini sangat effektif karena dapat
menguras keseluruhan kemampuan yang dimiliki peserta didik dalam waktu yang
sesingkat mungkin, peserta didik terbiasa merefleksikan kemampuannya tanpa
memikirkan lebih lama.411
------------
409Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir,Op.Cit,hlm.183-209
410Ibid,hlm,207
411Ibid
135
Allah Swt. Berfirman sebagai berikut :
Artinya
: dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya.
Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti
Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S al Baqarah (2) : 148)412
Rasulullah Saw. Bersabda sebagai berikut :
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال سابق النبي صلى الله عليه
وسلم بالخيل قد ضمرت من الحفياء
وكان امدها ثنية الوداع وسابق بين الخيل التى لم تضمر من
الثنية الى مسجد بنى زريق وكان
ابن عمرفيمن سابق. متفق عليه
Artinya : Dari Ibnu Umar, ra. Ia berkata : “
Rasulullah Saw. Berlomba ketangkasan kudanya yang sudah dikurangi makannya dari
jenis kuda Hufayya’ yang jarak jauhnya mencapai Tsaniyah al Wada’, juga Beliau
melombakan ketangkasan kudanya yang sudah diperkuat dengan makanan dari
Tsaniyah menuju Masjid Bani Zuraiq, dan Ibnu Umar diantara orang yang berlomba
itu “. (H.R Bukhori dan Muslim)413
------------
412Loc.Cit
413Op.Cit,hlm.679
Tidak ada komentar:
Posting Komentar